Maka si sulung, pada usia belum genap 16 tahun, menjadi Imam khusus. Pemimpin salat Ied di hari yang istimewa, serta di masa corona. Hematku, keputusan menunjuk si Sulung itu, akan menjadi ingatan abadi bagi si sulung sepanjang usianya.
Tak ada kesalahan yang melantunkan 2 surat yang lumayan panjang, yang termaktub pada juz 30 Alqur’an itu, Semua dibaca dengan lancar. Pun tak ada kurang dan lebih dari jumlah 7 takbir rakaat pertama, dan 5 takbir pada rakaat kedua.
Usai salam, kupeluk si Sulung. Wajahnya tersenyum, kemudian berubah sedikit tegang. Aku tahu situasi itu, akan sedikit sentimental.
“Hebat anak Ayah! Abang udah lancar jadi Imam!”
“Hamdallah!”
“Ada ragu atau takut salah?”
“Iya. Tapi Abang sudah siap-siap, Yah!”
“Hah?”
“Kan Ayah sering begitu?”
Aih, ternyata, si Sulung sudah mulai mengenal polaku. Karena sebagai anak tertua laki-laki. Maka aku, acapkali memberikan "jebakan dan ujian" tak terduga. Kukira, anakku mulai terbiasa dengan hal itu. Termasuk akan ditunjuk menjadi Imam salat ied di rumah.
Akhirnya…