Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan featured

Menyigi Ulang Nilai Afeksi dan Edukasi dari Peringatan Hari Kebangkitan Nasional

20 Mei 2020   21:29 Diperbarui: 20 Mei 2021   07:32 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2020 (sumber gambar : http://www.kalderanews.com/)

Hari kebangkitan nasional yang ke 112 pada tanggal 20 Mei 2020 ini, memiliki tema "Bangkit dalam Optimisme Normal Baru" (dikutip dari website kominfo.go.id). Dalam peringatan sejarah bangsa di tengah upaya menghadapi penularan Covid-19, pemerintah menetapkan 3 kebijakan strategis.

Pertama, menempatkan kesehatan masyarakat sebagai yang utama. Kedua, pemerintah menyiapkan jaring pengaman sosial untuk lapisan bawah. Ketiga, menjaga dunia usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Jamaknya peringatan hari besar nasional di Indonesia, acapkali mengusung tema-tema besar yang dianggap sesuai dengan kontekstual dinamika berbangsa dan bernegara pada saat pelaksanaannya.

Ilustrasi Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2020 (sumber gambar : http://www.kalderanews.com/)
Ilustrasi Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2020 (sumber gambar : http://www.kalderanews.com/)
Akan ada ruang debatable? Pasti ada, kan? Dan sah saja, jika menyigi kemajemukan anak bangsa berdasarkan suku, agama dan corak budaya, serta keinginan dan pilihan-pilihan yang telah dilakukan.

Pertanyaannya, formula apa yang efektif untuk mewujudkan optimisme itu? Atau hanya sekedar iringan karnaval tema, atau "jauh dari panggang dari api" dengan realita terkini anak negeri?

Menyigi Ulang Nilai-nilai Kebangkitan Nasional.

Alur sejarah bangsa yang termaktub dalam buku-buku sejarah, menyatakan Kebangkitan Nasional yang diambil dari hari lahirnya oleh Budi Utomo, adalah "penyatuan visi" anak bangsa, saling berangkulan dan bergandeng tangan mewujudkan Indonesia merdeka.

Bahwa bebas dari penjajahan tak bias dilakukan sendiri-sendiri. Namun bersatu padu dengan potensi sesuai dengan nilai luhur yang telah dimiliki anak bangsa.

Ilustrasi Pendiri Budi Utomo, Gerakan pemicu Kebangkitan Nasional (sumber gambar : https://kaltim.tribunnews.com/)
Ilustrasi Pendiri Budi Utomo, Gerakan pemicu Kebangkitan Nasional (sumber gambar : https://kaltim.tribunnews.com/)
Gerakan Budi Utomo menjadi pintu kesadaran sosial dengan semangat kekeluargaan, gotong royong saling membantu, menciptakan kesadaran bersama bahwa anak bangsa jauh tertinggal dari sisi pendidikan dan ekonomi, sehingga terrus menjadi bangsa yang tertindas.

Optimisme gerakan kesadaran sosial itu melahirkan semangat baru. Serikat Dagang Islam yang digawangi H. Samanhudi, HOS Tjokroaminoto dengan Serikat Islam hingga Muhammadiyah dan NU serta beberapa organisasi masyarakat lainnya memiliki nafas yang sama.

Menumbuhkan gerakan pembaruan di bidang Pendidikan, ekonomi, sosial-budaya hingga ke ranah politik. Suatu ""keberanian" dengan semangat luarbiasa. Yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi The Fouding Father di era Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Jika berhitung angka, terlepas dari situasi dunia secara global, hanya butuh 37 tahun bagi elemen bangsa mewujudkan semangat kebangsaan itu, menjadi negara kesatuan yang utuh.

Kebangkitan Nasional, menciptakan Optimisme baru (sumber gambar : https://www.kompas.com/)
Kebangkitan Nasional, menciptakan Optimisme baru (sumber gambar : https://www.kompas.com/)
3 Era Perjalanan Optimisme Anak Bangsa

Secara garis besar, sejak proklamasi. Perjalanan Sejarah dan dinamika kebangsaan dapat di bagi menjadi 3 era.

Pertama Orde Lama.

Diluar perdebatan sejarawan tentang titik dimulai Orde ini, figur sentralnya ada pada kepemimpinan Ir. Sukarno yang menjadi presidennya.

Pergolakan di dalam negeri juga mempertahankan keutuhan batas wilayah dengan pertumpahan darah, menjadi warna di orde lama. Konfrontasi dan konflik pasti ada sebagai negara yang baru merdeka.

Pada durasi 1945- 1967 (jika ditelisik pada penunjukan Suharto sebagai pejabat presiden oleh MPRS). Poin terbesar masa orde lama adalah menjaga keutuhan negara Republik Indonesia.

Sila lihat, baca, dan bernostalgia dengan sejarah. Keterbatasan yang ada tak menghentikan para pemimpin saat itu untuk tetap menjaga kesadaran bersama. Dalam kebhinekaan sebagai bangsa tetap teguh dalam bingkai satu negara yang utuh.

Kedua. Orde Baru.

Era Suharto (1967- 21 Mei 1997). Kehidupan berbangsa dan bernegara mulai bergeliat. Tak bisa menafikan berbagai kemajuan yang telah dialami dan dinikmati oleh anak negeri, bahkan hingga saat ini.

Terlalu jauh, jika menelusuri segala kelebihan dan kekurangan pada era Orde Baru. Namun jika parameternya adalah keutuhan berbangsa dan bernegara, maka sejak lengser pada 21 Mei 1997, 27 provinsi masih masuk dalam peta wilayah Republik Indonesia.

Poinnya tetap pada, kesadaran untuk menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Ada badai dan gelombang pasang surut dari kebijakan yang diambil menjadi "hal normal"" dalam dinamika sosial politik, ekonomi dan budaya serta aspek pertahanan dan keamanan.

Pidato Terakhir Suharto di Istana negara, "memutuskan mundur" sebagai presiden, juga mengedepankan nilai ini. Menjaga "kestabilan" sebagai sebuah negara. Apa jadinya, jika alur sejarah tak seperti itu?

Ketiga. Orde Reformasi.

Dinamika anak bangsa khususnya dalam hal politik dan ketatanegaraan, luar biasa pada era reformasi.

JIka orde lama, dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka. Yang dihadapi adalah menyatukan "keliaran" ide dan tujuan berbagai wilayah menjadi rumusan dan tujuan Bersama.

Atau pada masa orde baru, dihadirkan kebijakan yang adakalanya ditafsirkan dan dirasakan sebagai sekat-sekat yang membatasi "kebebasan" anak bangsa. Maka era reformasi, anak bangsa ""terjebak" dalam perbandingan romantisme kedua era tersebut. Ingin bebas dalam keterikatan, atau terikat dalam kebebasan.

Pergantian pucuk pimpinan yang tidak pernah dialami seperti pada kedua orde sebelumnya, juga menghadirkan dampak negatif, jika dialihkan pada keutuhan bangsa dan negara.

Dua Pesta demokrasi (pemilu) terakhir, bisa menjadi gambaran, anak bangsa nyaris "terpecah". Tak hanya secara afiliasi politik, namun juga menyebar ke seluruh aspek kehidupan.

Gejolak hanya di pusat kekuasaan, tidak sampai ke akar rumput, Bro! Aih, kukira tak perlu dibahas tentang ini, tah?

menjaga kebersamaan dalam keberagaman (sumber gambar : http://www.bemakunj.info/)
menjaga kebersamaan dalam keberagaman (sumber gambar : http://www.bemakunj.info/)
Jadi?

Kukira, setiap peringatan momentum kebangsaan yang disepakati sebagai alur sejarah bangsa ini. Apatah lagi Hari kebangkitan nasional, akan selalu memiliki makna afeksi dan edukasi, tah?

Makna efeksi, diharapkan adanya penghormatan dan mengenang jasa para pendahulu yang berjuang dengan pemikiran, harta juga jiwa. Untuk menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara.

Juga ada makna edukasi. Menjadi pembelajaran bagi seluruh lapisan masyarakat. Nyaris 75 tahun Indonesia merdeka. Tak mudah perjalanan yang telah dilalui menjadi negara Indonesia saat ini.

Berjuang menghadapi terpaan Corona, menjalankan segala keterbatasan dalam suasana Ramadan, menjadikan makna Kebangkitan Nasional sebagi penyatu. Bahwa kita akan mampu melalui ini bersama.

Menyimpan dan menahan egoisme individu juga kelompok dan saling bergandeng tangan tanpa kecurigaan. Menjadi hikmah terbesar ketika merayakan kemenangan bersama pada lebaran sebentar lagi.

Curup, 20.05.2020

zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun