Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Belanja Kado Lebaran secara Online atau Offline? Tak Masalah, jika...

13 Mei 2020   20:48 Diperbarui: 13 Mei 2020   20:58 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghitung mundur  10 hari Ramadan menjelang lebaran, seperti membayangkan kenikmatan sepotong daging rendang dalam kemasan Nasi Padang. Harga mahal yang membuat ngilu isi dompet, tapi bikin nagih! Hiks...

Bagi pimpinan perusahaan, idealnya jauh hari sudah mulai memikirkan "kado lebaran" buat semua karyawan, rekanan terkadang jug atasan. Baru kemudian keluarga tercinta.

Untuk orangtua, 10 hari menjelang lebaran adalam masa-masa "pertempuran" agar anggota keluarga memberikan senyuman terindah di saat idul fitri, sebagai 'balasan' perjuangan usai menjalankan puasa. Tak jarang, bagi yang full puasanya, aka nada bonus tambahan!

Bagi anak-anak. Pada hari-hari terakhir, mereka tak lagi berpikir tentang puasa. Kado lebaran yang diharapkan, bisa berbentuk pakaian baru dengan model terbaru, ibunda yang membuat atau membeli kue-kue labaran yang disukai dan dijumpai setahun sekali.

Juga membayangkan rute yang menjadi tujuan di momen lebaran. berkeliling rumah tetangga atau sanak saudara, bersalaman, meniikmati makanan dan miniman ini dan itu, saat pulang mengantongi amplop! Aduhaaaay...

Namun, masa pandemic corona ini. suka atau tidak suka, langsung atau tidak langsung keindahan itu seperti letusan balon hijau di lagu kanak-kanak, "balonku ada lima". Membuat Susana hati menjadi amat kacau!

Belanja kado lebaran, pilih belanja online atau belanja offline? Tak masalah, jika ada duit dan barangnya!

sumber gambar : pixabay.com
sumber gambar : pixabay.com
Ada 4 alasan yang bisa aku ajukan sebagai tahapan kepuasan. Aku tulis, ya? Boleh, kan?

Pertama. Semua akan murah, jika ada duitnya. Namun akan terasa mahal jika tak ada!

Ini rumus sederhana yang berlaku di mana saja atau bagi siapa saja. Bagi orang berduit, membeli mobil seharga ratusan juta bahkan milyaran, tak masalah! Wong duitnya ada, kan? Juga sah saja, saat aku lihat acara kuliner di televsi, ada yang memesan menu makanan seharga ratusan ribu, namun dicicipi sedikit, karena tak sesuai selera. Mubazir? Itu urusan lain, tah?

Namun, beberda jika tak punya duit. Anak kosan, akan merasakan kepedihan luarbisa saat berbuka, ketika Bakmie ayam seharga 10 ribu, porsinya sedikit dan ternyata rasanya tak lezat. Tapi mersti dihabiskan. Dari pada kelaparan? Atau harga gorengan 3 dua ribu menjadi sangat mahal, jika dikantong uang yang tersisa hanya seribu rupiah. Hiks...

Kedua. Menjadi susah, jika ada uang namun tak ada barang.

Percayalah! Jika menghadapi momen seperti ini, juga bisa menyebalkan. Uang banyak di tangan, tapi barang-barang yang diinginkan, tak tersedia di pasaran. Tak jarang kit abaca, wajah sedih ibu-ibu di pasar musti ngider sekeliling pasar hanya untuk membeli bawang putih yang mulai langka.

Atau malah, bersedih tak bisa memenuhi keinginan sang buah hati, yang menginginkan baju terbaru seperti temannya, ketika ternyata pakaian model seperti yng diinginkan ternyata habis. Apalagi, jika bujukan dan rayuan tak lagi mempan mengalihkan impian sang buah hati.

Ketiga. Ada uang dan barang? Persaingan pedagang membuat pelanggan ragu memutuskan!

Nah, ini "keajaiban" pasar, tah? Secara kasat mata, pasar itu dihuni oleh pedagang dan pelanggan.

Bagi pedagang. Walaupun menjual barang dengan kualitas, merek serta harga yang sama. Akan menciptakan "ruang magnet" yang mampu menarik minat calon pelanggan untuk menghadapi persaingan pangsa pasar. Semua trik dan tips pemasaran akan diolah sedemikian rupa, dalam kemasan yang cantik dan ciamik.

Bagi pelanggan. Kompetisi antar pedagang itu, tak hanya menjadi "peluang" untuk mendapatkan barang yang terbaik dengan harga yang baik juga. Namun, terkadang menciptakan keraguan dalam memilih dan memutukan. Benarkah, ini barang yang terbaik? Harganya murah? Atau nanya dulu dengan teman dan tetanggga?

Keempat. Butuh "kecerdasan dan kelincahan" untuk menentukan pilihan.

Diawali revolusi industry, kemudian era digitalisasi plus situasi saat ini di tengah ancaman pandemi covid-19. Pola dan gaya hidup pun telah terjadi revolusi! Aih, lebay, ya?

Pedagang kecil di pasar-pasar tradisional bertahan dengan ketersediaan kebutuhan sehari-hari. Manajemen toserba, minimarket, supermarket, mall, supermall hingga megamall mesti mengeluarkan jjurus-jurus jitu agar tak kehilangan pembeli. Kebijakan sosial distancing, physical distancing hingga PSBB pasti berpengaruh.

Keran hal itu, pedagang dengan konsep online semakin menjamur.menambah persaingan semakin sengit Tak hanya Pedagang yang memang memiliki jejaring hingga ke pelosok daerah, namun juga jaringan pedagang online di level daerah, kelurahan hingga media sosial sekelas grup WA.

Semua memiliki kelebihan dan kekurangan, tah? Jika situasi normal. Kelompok pertama kusebut, pedagang offline. Tetap berpeluang mendapat pelanggan. Bukan hanya unsur kepercayaan, namun pelayanan serta keterikatan sejak lama menjadi kekuatan yang membentuk kepuasan pelanggan. Namun alami keterbatasan pilihan.

Sebaliknya dengan pedagang online. Menyediakan banyak pilihan, juga juga varian harga. Pembeli tinggal duduk manis memesan dan menunggu barang. Kerugiannya? Rentan tak menemukan kepuasan, gegara barang yang di gambar (foto) berbeda jauh dengan kenyataan. Juga terkadang mesti menunggu, karena tersendat di pengiriman. Jadi kepuasan tak dirasakan secara instan.

sumber gambar : pixabay.com
sumber gambar : pixabay.com
Jadi?

Begitulah kiramologiku, 4 etape alasan yang dilakukan semua orang, termasuk memberikan kado lebaran untuk meraih "kepuasan" berbelanja. Rumusnya, tetap pada "ada uang dan ada barang".

"Tapi mahal, Bang!"

"Kan ada uang?"

"Susah mendapatkannya, Bang!"

"Tapi, barangnya ada, kan?"

Jika 2 syarat itu dimiliki, keputusan dan pilihan tak lagi jadi persoalan mendasar! Karena hanya tersedia dua pilihan, saat memberikan kado lebaran.

"Kau mau uang atau barang?"

Curup, 13.05.2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun