"Pengumuman! Ada cerita lucu waktu puasa, gak? Bagi dong!"
Begitulah. Pengumuman itu, kuluncurkan sore tadi di beberapa grup WA. Termasuk grup alumni sekolah. Siapa tahu ada kenangan yang aku termasuk di dalamnya, tapi aku lupa.
Ini adalah usaha terakhirku, untuk menaklukkan tema samber hari ke-16. Kisah humor nostalgia Ramadan. Ponsel kembali kuserahkan ke anak-anak. Aku sibuk di dapur. Hiks...
Jelang berbuka, kembali kuraih kupegang ponsel. Di luar dugaan! Tak seperti biasannya, jika aku muncul. Kali ini grup sepi. Tak ada komentar atau sahutan untuk merespon chat-ku.
Apakah pertanyaan itu dianggap nyeleneh? Atau saat puasa tak boleh mengulang kenangan? Atau gegara corona yang mencerabut kelucuan anggota grup, karena sudah dilkukan para petinggi anak negeri!
"Yah! Uni baru ingat. Kuota habis!"
"Hah?"
"Tadi siang kirim tugas Kakak! Yang video hapalan surat..."
Aih, aku jadi tahu masalahnya. Kenapa tak ada jawaban di grup WA. Akhirnya, kuminta si sulung membeli kuota. Benar saja. Tak butuh waktu lama, ponsel-ku tak henti bergetar. Ada beberapa jawaban yang aneh. Tapi tidak lucu. Semisal.
"Maaf, Bang! Belum bisa jawab, lagi khusyu' puasa. Baru rakaat ke 19!"
Namun, ada juga yang kembali membagikan beragam meme serta percakapan yang dianggap lucu, serta jamak ditemukan di grup jika Ramadan. Atau dibingkai dalam susunan kiriman yang ciamik.
Hasil survey!
Ternyata, selama bulan puasa ini, terjadi penurunan aktivitas jual beli. Penjual lontong tutup, penjual sate serta pedagang mie ayam terancam gulung tikar. Ini, bisa saja terkait dampak corona atau bulan puasa. Survey ini berdasarkan kajian cepat, dari beberapa pasar tradisional dari beragam responden serta fakta lapangan yang dilakukan usai sholat subuh.
Hasil Suvey Lanjutan!
Dari 100 Responden, dengan pertanyaan minuman yang disukai saat berbuka puasa, 10 orang menyukai sop buah, 3 orang air putih, 15 orang kopi hangat, 2 orang lebih memilih susu. 30 orang teh manis celup. 20 orang teh saring, 5 orang teh tubruk,25 orang menjawab minuman lain-lain. Namun 100 orang tersebut sepakat meralat jawaban, jika pilihannya, TeHaeR.
Tuh, kan? Tak satu pun dari kisah ini, menyangkut nostalgia Ramadan yang bermakna humor. Dan aku terlibat di dalamnya.
Seingatku, karena sejak kelas 3 SD sudah tidur di Masjid Al Jihad. Tak ada kelucuan yang terjadi. Semua anak yang menginap, masuk kategori baik-baik. Jadi terhindar dari kejahilan yang melahirkan kelucuan. Ahaaay...
Semisal, saat rebutan membunyikan sirine untuk sahur pada pukul 3 dinihari. Ini adalah momen yang penuh perjuangan! Terbayang pahala yang didapatkan, karena  membangunkan orang sahur. Jadi ada kebanggaan tersendiri, jika hari ini menjadi pemencet sirine sahur. Terkadang, ada bonus dari jamaah! (kayaknya, ini motif sesungguhnya!)
Aku jadi mengenang temanku bernama James (bukan nama sebenarnya). Tak sepertiku atau anak-anak yang lain. James sangat tertib dan teratur. Termasuk urusan bangun dan tidur. Apatah lagi dibekali jam yang memiliki alarm.
Tentu saja, nyaris setiap hari James yang berhasil memenangkang "persaingan". Karena jengkel, suatu kali, aku dan anak yang lain berulah, Diam-diam, "mempreteli" alarm jam si James. Di setel pada angka 2! Dengan perkiraan, James akan langsung membunyikan sirine membangunkan sahur pada jam 2. Aku dan anak-anak yang lain gembira. James bakal dimarahi!
Apakah James dimarahi? Tidak! Saat jamaah shubuh berdatangan, tak ada "keriuhan". Semua terlihat norma-normal saja. Anak-anak yang lain juga heran. Kenapa James selamat dari amarah?
"Bunyikan sirine jam berapa, Mes?"
"Jam 3!"
"Bukannya jam 2?"
"Kalau mau ngerjain. Jangan tidur!"
Tapi, kisah ini tentu saja jauh dari lucu. Karena memang tak ada kelucuan. Hanya usaha "kecurangan" yang dilakukan di masa kanak-kanak sebagai anak masjid.
Sesudah ashar, biasanya anak masjid, akan menyiapkan untuk buka bersama. Akan ada pembagian tugas yang menjerang air. Juga membuat kopi susu dan the susu (menu susu menjadi istimewa dan khusus di bulan Ramadan). Temasuk menyiapkan gelas kecil dan piring kecil untuk meletakkan kue sumbangan dari donator atau jamaah.
Kemudian, 30 menit menjelang berbuka. Minuman itu, akan dituangkan ke dalam gelas kecil, juga membagikan kue-kue, biasanya 2 macam. Yang manis dan yang tidak. Jamaah, bebas memilih duduk, sesuai selera mereka. Jika suka kopi susu akan duduk di geas yang berisi kopi, begitu juga jika ada yang suka teh susu.
Namanya jamaah, tentu saja bermacam tingkah dan polah, kan? Ada yang tertib ada juga yang ngeyel. Semisal, diam-diam "menukar" kue yang dibagikan. Mencari ukuran yang lebih besar. Atau malah duduk di antara dua gelas! Dengan niat biar dapat dua bagian. Ada, kan?
Nah, anak-anak masjid. Akan 'menandai" jamaah yang seperti ini. karena memiliki kekuasaan mengatur, akan mengantisipasi kecurangan itu. Bisa dengan teguran langsung, atau saat berbuka, akan duduk di sebelah jamaah yang telah ditandai. Sebagai pesan tersembunyi, "Tak boleh ada kecurangan!"
Biasanya. Sesudah salat maghrib. Sambil membereskan peralatan berbuka tadi, Anak-anak masjid akan membahas dan merayakan keberhasilan telah menggagalkan upaya kecurangan tersebut. Juga mengulang ekspresi wajah kesal, dongkol juga malu dari jamaah itu.
Namun, ada momen yang begitu "mengharukan" jika sesudah tarawih dan melakukan tadarusan. Ada saja anak masjid seakan berlomba memamerkan dan mengeluarkan "harta karun"! Apa itu? Apalagi kalau bukan jatah kue berbuka. Masing-masing memiliki tempat penyimpanan dan penyelamatan harta karun favorit. Dengan rumus "tahu sama tahu!"
Bagaimana bagi anak-anak yang kalah strategi? Jangan khawatir. Segeralah mengerubungi Penceramah dan Imam salat tarawih. Biasanya, akan ada satu nampan kue, yang khusus disimpan dan diperuntukkan bagi Penceramah juga Imam. dan disajikan setelah tarawih.
Mungkinkah orangtua tega menikmati sendiri kue dihadapan mata teduh penuh harap dari anak-anak yang menunggu ditawari? Gak usah dijawab, ya?
Demikianlah, nostalgia masa kecilku saat Ramadan. Jika sekarang bertemu dengan sesama masjid. Kukira akan ada saling tukar telunjuk dan saling tuduh siapa yang jadi pelaku. Apalagi, jika kisah itu diungkapkan dihadapan anak masing-masing.
Hadirlah petuah ajaib, "Jangan ditiru ulah bapakmu, Nak!"
Selalu sehat, Namastee!
Curup, 12.05.2020
[ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H