Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan dan Waisak, Menghargai Perbedaan Memadukan Persamaan

7 Mei 2020   20:04 Diperbarui: 7 Mei 2020   20:00 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi lentera waisak (sumber gambar: pixabay.com)

"Kebencian tak akan selesai jika dibalas dengan kebencian. Tetapi dengan memaafkan dan cinta kasih, maka kebencian akan lenyap."

Kalimat ini kukutip dari Dhammapada ajaran Budha. Suatu ajakan melakukan perenungan pada segala pebuatan dan selalu hidup penuh cinta kasih tanpa kebencian.

Refleksi ini sejalan dengan tema perayaan Hari Raya Trisuci Waisak 2564 "Dengan kesadaran Dharma Kita Tingkatkan Kepedulian Sosial Demi Keutuhan Bangsa" yang jatuh pada hari ini, tanggal 7 Mei 2020.

Hari Raya Waisak sendiri di kalangan Umat Budha, Biasanya merayakan dengan pergi ke Vihara. Melakukan ritual puja bhakti yang bertujuan mengingat kembali ajaran sang Budha. Mencontoh perilaku sang Budha dan melaksanakan ajaran sang Budha.

Bagi Umat Budha, bermakna menaati aturan moral seperti menghindari pembunuhan makhluk hidup, mencuri, perbuatan asusila, berbohong dan mabuk-mabukan. Lima larangan itu pun dikenal anak bangsa dengan sebutan "mo limo".

Seperti tetanggaku yang penganut Budha, jika Hari Raya Waisak biasanya juga akan melakukan aksi sosial. Menghimpun dana untuk membantu fakir miskin, melakukan aksi donor darah atau melakukan aksi kebersihan.

Keutuhan anak bangsa di uji di tengah pandemic covid-19, Begitu juga yang dilakukan Umat Budha saat merayakan hari sucinya. Begitu juga dengan momentum bulan suci Ramadan, yang membuka pintu seluas-luasnya bagi umat muslim berlomba melakukan kebaikan.

Tak peduli, penerima bantuan itu siapa, penganut agama apa, atau dikenal atau tidak! Makna kebhinekaan, solidaritas dan toleransi dalam bingkai kebangsaan berjalan dengan semestinya. Tanpa ada kecurigaan dan penuh ketulusan.

Benang merah atas nama kemanusiaan menjadi perekat dari perbedaan ajaran agama yang dianut.

"Dengan persaudaraan dan gotong royong, kita akan berjalan bersama melewati segala ujian dan kesulitan. Selamat Harri Trisuci Waisak 2564. Semoga semua makhluk tetap saling mengasihi."

Hal di atas adalah ucapan dari Presiden Joko Widodo melalui akun twitter untuk Umat Budha di Indonesia. Satu Ajakan untuk saling membahu melewati situasi dan kodisi saat ini.

Sama seperti umat muslim yang melaksanakan kemeriahan Ramadan dengan segala keterbatasan, begitu juga ungkapan beberapa netizen. Tak ada hiasan khas di rumah, atau kemeriahan di Vihara.

Di beberapa media massa pun, dituturkan tak ada kegiatan khusus di Candi Borobudur, yang biasanya sebagai pusat kegiatan Hari Trisuci Waisak.

Himpunan doa, harapan dan pesan-pesan positif untuk saling menjaga, saling membantu dan menjaga kedamaian serta saling menghormati memenuhi linimasa netizen.

Selalu ada hikmah dan pembelajaran di balik peristiwa. Termasuk di saat anak bangsa diterpa pandemic covid-19. Tak hanya tentang wabah, tapi juga menyentuh semua aspek kehidupan anak bangsa.

"Sebaik-baiknya manusia, bermanfaat bagi manusia lainnya." [HR. Thabrani]

Hadits ini, membawa pesan. Esensi manusia adalah bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Jika menyigi pada kajian perbandingan agama (Al-Adyan), maka sisi bermanfaat bagi orang lain ini, akan tercantum inti ajaran agama-agama yang ada di dunia. Termasuk di Indonesia.

Dalam hadits yang lain, Jika kita membantu orang lain, maka Allah akan membalas kebaikan yang dilakukan dengan kebaikan yang lebih baik. Dengan cara dan kehendak allah, yang tidak pernah kita sangka-sangka. ( HR. Muslim)

Hal ini pun tercantum dalam Alqur'an. Surat Al Isra ayat 7 "Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri."

Ramadan mengajarkan manusia untuk memupuk simpati dan empati kepada orang lain, Begitupun Umat Budha dalam memaknai perayaan Hari Trisuci Waisak dengan cinta kasih dan jauh dari kebencian. Kebersamaan dan kedamaian menjadi tujuan bersama.

Ukuran kesalehan, tak lagi pada ketaatan menjalankan ibadah dari masing-masing agama. Namun kemampuan merangkai dan membingkai kesalehan sosial untuk bersatu dan secara bersama membangun jiwa optimis yang mampu melewati situasi seperti sekarang ini.

Kebersamaan, solidaritas atau toleransi, menghargai perbedaan memadukan persamaan, Kukira adalah "modal tak ternilai" bagi anak bangsa.

Curup. 07.05.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun