Masjid, surau dan musholla menjadi sepi. Jika pun masih ada jamaah yang rutin hadir, namun tak akan semeriah seperti momen-momen Ramadan tahun sebelumnya.
Anak-anak terpaksa menahan kerinduan beraktifitas di sekolah. Diam di rumah menjadi pilihan yang bukan pilihan, namun harus dilakukan. Menjalankan ibadah puasa, tapi tak lagi menemukan "letupan-letupan" yang akan mereka kenang di saat dewasa. Kecuali berpuasa di saat corona.
Para pedagang pakaian dan pedagang takjil, dipaksa berfikir keras agar dagangan mereka bisa dibeli. Beberapa pilihan dilakukan, mulai dari online hingga menyediakan jasa antar ke rumah.
Belum lagi para orangtua. Tak hanya mesti memenuhi kebutuhan keluarga dan harus beradaptasi dengan kondisi saat ini di tempat kerja. Namun konsentrasi juga terpecah, dengan kecemasan dan kekhawatiran akan kesehatan dan keselamatan diri dan keluarga tercinta.
Aih, sila bercerita atau berkunjung dengan teman-teman pedagang, petani atau penyedia barang dan jasa yang lain. Sekuat apapun mereka "memaksa diri" menerima kenyataan pada kondisi saat ini, keluhan dan keresahan akan selalu hadir.
Namun, kurasakan terkadang miris! Ketika orang-orang di pusat pemerintahan "berjibaku" berfikir kebijakan yang bisa menenangkan sekaligus memenangkan perang melawan pandemi ini. Masih saja ada yang menggugat dan mengganggu upaya "perlindungan sosial" itu.
Juga tenaga medis di rumah sakit atau pusat penanganan virus corona. Kukira, tak lagi berbincang itu adalah tugas dan kewajiban semata. Namun menjadi keharusan yang tak bisa ditawar dengan mengorbankan tenaga juga nyawa!
Susahnya, ada pilihan sajian berita di beberapa media massa bahkan tak "menolong"! Masih saja kutemukan beragam informasi yang menebarkan rasa takut, alih-alih menyajikan konten bernada optimis dan membakitkan semangat.
Akupun tak lagi bisa berkomentar, saat membaca kisah viral seorang bapak yang menawarkan ginjalnya secara online. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, karena tak lagi bisa bekerja mencari nafkah seperti biasa.
Pada beberapa berita di situs online, aku sempat membaca ada orang-orang yang nekad mengakhiri hidupnya, karena tak kuat menahan tekanan kehidupan saat ini.