Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Segar Saat Berpuasa? Adaptasi dan Disiplin Diri adalah Kunci

28 April 2020   17:38 Diperbarui: 28 April 2020   17:40 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Adaptasi fisik di awal bulan Ramadan, menjadi ukuran sederhana bagaimana kita menjalankan ibadah puasa, kan? Ketika tubuh "dipaksa" berhadapan dengan beragam perubahan yang musti dilakukan.

Apalagi, di kampungku, sejak Ramadan pertama disambut curah hujan. Datangnya bisa malam, pagi, siang atau sore hari. Hingga memasuk hari ke-5 ini, tiada hari tanpa hujan. Hiks..

Sesungguhnya, akumulasi kondisi ini acapkali "mengganggu" ibadah puasa, apalagi buat anak-anak. Adaptasi tubuh dengan ramadan itu butuh perjuangan, tah?

Bayangkan saja, musti bangun dini hari. Buat para ibu, mungkin sejak jam dua sudah mulai sibuk di dapur. Menjamin santap sahur keluarga tercinta.  Usai sahur, langsung membereskan sisa.

Belum lagi sorenya, sudah bersiap untuk hidangan berbuka puasa, tah? Patah lagi ternyata sang ibu adalah, sosok ibu yang bekerja. Berapa banyak energi ibu yang tercurahkan atas nama kewajiban dan cinta?  

Buat para ayah, beban domestik di rumah mungkin tak sepadat ibu. Namun ayah musti berusaha dan memberi jaminan, jika alokasi kebutuhan selama menjalankan ibadah puasa tercukupi, tah?

Anak-anak biasanya yang paling rawan di masa adaptasi ini. apalagi seperti anakku yang masih ada usia sekolah dasar. Terkadang kasihan juga, melihat wajah yang enak bermimpi dan tidur tapi dibangunkan buat makan sahur.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
3 Adaptasi Tubuh di Bulan Puasa

Begitulah. Setidaknya ada tiga adaptasi yang dilakukan di awal Ramadan. Perubahan yang dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi Ramadan. Apatah lagi tahun ini, Ramadan taak sebebas tahun-tahun sebelumnya.

Pertama. Adaptasi Waktu dan Aktivitas.

Karena selama Ramadan, jadual harian berpatokan pada waktu Imsak dan berbuka. Maka, suka atai tidak suka, akan da penyusunan serta penyesuaian ulang tentang alokasi waktu juga aktitas. Dan, ini tak semudah yang terucap.

Kedua. Adaptasi pola makan.

Pergeseran waktu makan serta dorongan dari dalam diri, acapkali menjadikan momen berbuka puasa sebagai ajang "pembalasan". 

"Biasanya, di awal Ramadan selera sahur turun drastis. Tapi selera berbuka naik drastis!" 

Misal? Pagi hari, saat brangkat kerja melihat gerbak cendol, diingat-ingat dan dicatat dalam hati. Siang, mendengar orang membahas masakan rendang jengkol, juga dicatat. Di televisi nonton beragam menu berbuka, dicatat lagi. Semua ingin dibeli dan dikonsumsi saat berbuka.

Ketiga. Adaptasi Pola Tidur atau Istirahat

Selama Ramadan, mau tak mau, kita juga musti mendisain ulang waktu idur juga beristirahat, kan? Agar stamina tubuh bisa bertahan tak hanya hingga berbuka, namun juga sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.

Tiga adaptasi itu, kemudian melahirkan disiplin diri. Ramadan adalah waktu yang tepat buat belajar disiplin, tapi bagaimana jika gagal beradaptasi dengan tiga hal tersebut?

Disiplin Diri adalah Kunci

Hingga artikel ini kutulis, anak-anakku masih demo atas keputusanku. "Berbuka tanpa es". Padahal, biasanya anak-anak doyan sop es buah, atau es dogan atau minuman apapun yang berhubungan dengan es.

Bukan tanpa alasan larangan itu. Seperti di awal tulisan, kampungku selalu dihujani hujan. Suhu udara yang lembab, jika gagal melakukan tiga adaptasi (adaptasi waktu dan kegiatasn, pola makan, tidur dan istirahat), anak-anakku akan rentan terserang sakit.

Biasanya diawali, dengan flu. Rentetan berikutnya, gegara sukar bernafas dengan hidung, akhirnya bernafas dengan mulut. Proses ini, mengakibatkan radang tenggorokan. Jika sudah begitu, demam dan batuk akan menyusul, tah?

Belajar dari Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Bagiku, satu minggu pertama adalah momen paling menentukan. Apalagi bagi anak-anak. Dan aku akan menjadi benteng tangguh sekaligus herder yang buas. Untuk memaksa sekaligus melarang.

Dan anak-anak juga mengerti, itu kulakukan agar anak-anakku bisa menjalankan puasa tanpa sakit. Jika cuaca dan kondisi fisiknya bagus, aku bakal biarkan yang mereka inginkan. Namun jika telah meluncur kata "tidak"? Anak-anak akan berhenti berharap.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Terus?

Begitulah. Aku termasuk orang yang sepakat dengan kredo mencegah lebih baik dari mengobati. Karena sehat itu tak ternilai, kan?

Bagiku, kata adaptasi dan disiplin diri adalah kunci. Agar kita bisa menjalankan ibadah Ramadan tahun ini.

Adakah tips lain? Tetaplah tersenyum apapun kondisi dan situasi yang dihadapi.

Demikianlah, selalu sehat dan bahagia

Namastee

Curup, 28.04.2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun