Tuhan! Lumuri aku dengan dosa!
Suara serak memenuhi ruang-ruang sunyi. Di pintu masuk sebuah masjid, lelaki tua dengan sepasang mata yang basah berhenti. Kembali, hanya menjumpai matahari dan sepi.
Satu persatu tetes air terdengar berjatuhan. Gemerciknya mengusik sepasang merpati di persembunyian. Menjadi saksi rambut legam itu basah, wajah kelam itu basah, bibir lebam itu basah.Â
Terima kasih, Tuhan. Tapi aku butuh dosa!
Lelaki tua dengan sepasang mata yang basah. Melangkah gontai menapaki lorong waktu yang gelisah, berlindung pada wajah langit yang resah.
Pada satu gerbang pemakaman. Bunyi teriakan bersahutan, memenuhi ruang sunyi. Orang-orang sibuk berlarian, menembus lorong waktu yang sepi.
Pedagang sayur berteriak, "tolong!"
Pemulung menghardik, "bantu!"
Anak kecil memekik, "cepatlah, sebelum dia mati!"
Orang-orang berkumpul, berdiri berdesakan. Orang-orang melingkar, terpaku menyaksikan.
"Jangan sentuh!" Suara lelaki tua terdengar marah.
"Menjauh!" Suara lelaki tua berbisik lirih.
"Pergilah, Nak! Aku pergi!" Seketika hening menelan suara-suara.
Angin senja menyimpan air mata lelaki tua. Langit merapal barisan kata, Tuhan, biarkan aku berlumur dosa!
Curup, 18.04.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H