Akan ada hikmah serta pembelajaran dari suatu peristiwa, kan? Apalagi jika peristiwa tersebut dimaknai musibah atau bencana. Itu salah satu hal yang ingin aku tulis kali ini.
Dahsyatnya pandemi virus corona perlahan mengurangi jika dikatakan belum bisa mengapus utuh sisa-sisa fenomena pertikaian politik, fitnah sosial atau penyebaran hoaks warisan tahun 2019.
Wabah ini, perlahan mampu menggeser fokus komunal. Seakan mengajak kesadaran semua pihak, pilihan terbaik saat ini adalah mengabaikan beragam konflik sosial.
Dinamika dan fenomena sosial yang mengarah pada konflik vertikal maupun horizontal, yang nyaris merusak tatanan sosial anak bangsa, jauh berkurang.
Jika pun masih ada pihak yang mengangkat kembali hal ini, akan menjadi isu non populis! Ajaibnya, itu tanpa melakukan refleksi, Â instropeksi atau evaluasi.
Secara perlahan, anak bangsa bergerak dan menyatukan langkah. Bersama memerangi wabah dan mengurangi dampak corona.
Pelan tapi pasti, simpul-simpul sosial kembali pulih. Anak bangsa kembali pada habitat "adat timur" yang terkenal di penjuru dunia. Tepo seliro, gotong royong dan hidup bersama dengan kaidah dan norma yang berlaku
Pada kajian sosiologi, pulihnya simpul sosial itu menjadi modal sosial (social capital), yang bermanfaat  untuk memperkuat ikatan sosial dan kerjasama antar kelompok sosial. Termasuk saat menghadapi "badai" corona ini.
Modal sosial berperan penting bagi kehidupan masyarakat. Mampu memberi tawaran solusi, dari persoalan di masyarakat tak mampu diselesaikan oleh pemerintah, institusi atau mekanisme pasar.
Setidaknya, ada 3 fungsi utama modal sosial yang kemudian menyatukan anak bangsa untuk beraksi dan bereaksi positif pada situasi dan kondisi saat ini.