Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Masih Abai terhadap Corona? Coba Tonton Film "Flu"!

30 Maret 2020   17:44 Diperbarui: 23 September 2020   14:11 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by CJ Entertainment - © CJ Entertainment via IMDB

"Isu Corona lebih mematikan dari virusnya, Bang!"

"Berita dampak negatif lebih dominan!"

"Rakyat diminta tidak panik. Pemimpin sendiri malah panik!"

Ini beberapa kutipan percakapan yang aku ingat, dalam obrolan ringan dengan teman-teman kemarin sore, usai mereka meracik handsanitizer buat dibagikan pada jamaah masjid Aljihad Curup.

Namanya obrolan. Dengan pernyataan dan ungkapan akan melewati jalur bebas hambatan, kan?

Tergantung bagaimana seseorang itu mengolah informasi yang diserap, pemahamanan yang diyakini juga dari aspek mana pernyataan itu berawal. Bisa dari aspek kesehatan, sosial, ekonomi bahkan politik. 

Aku percaya, mental "pengabaian" dan "ketakutan" itu dua sisi mata uang yang melekat erat dalam budaya Indonesia.

Aku contohkan, ya? Misal, aku ceritakan tentang buasnya seekor harimau. Terkadang, ada yang mengerti. Namun ada juga yang mengabaikan informasi kebuasan harimau. Mereka tak akan percaya. Kalimat sederhananya, "kan, harimaunya gak ada!"

Ketika mereka telah melihat dengan nyata kebuasan harimau yang ada di film-film discovery yang ditonton, atau di kebun binatang. Kesimpulan yang diambil adalah, "harimau memang ada! Di hutan ganas, tapi bisa dijinakkan manusia."

Saat tersebar berita, seperti beberapa waktu lalu. Saat banyak orang yang tewas disebabkan harimau. Mereka masih berkilah dengan kalimat, "salah sendiri! Kenapa pergi ke hutan sendirian?"

Begitulah mental pengabaian yang acapkali kutemui. Nah, berbanding terbalik jika kemudian memang hal itu mereka alami sendiri. Ketika "ancaman" sudah berdiri di halaman depan rumahnya, pengabaian akan menjadi kecemasan dan ketakutan yang berlebihan.

Seperti kasus gempa Lais 2007. Usai masa tanggap darurat, semua merasa perlu berbenah! Agar "kusut masai" saat menghadapi gempa atau bencana lainnya mampu dikondisikan dan terkoordinasi dengan baik.

Maka maraklah disain manajemen bencana, membentuk satgas, mengadakan sosialisasi dan pelatihan hingga ke tingkat desa. Melibatkan semua unsur. Dari tokoh masyarakat, tokoh agama, anak muda dan aparat keamanan. Sekarang? "Senyap"! Mungkin menganggap ancaman gempa sudah hilang. Hiks...

sumber gambar : pixabay.com
sumber gambar : pixabay.com
Saatnya Lakukan Kampanye Media yang Informatif dan Positif!

Percakapan itu kemudian berujung pada pertanyaan, Bagaimana cara memberikan informasi yang menenangkan sekaligus efektif pada masyarakat arus bawah? Dengan pilihan bahasa yang membuat lidah dan telinga tak menjadi "kusut"?

Akhirnya, hadir disain kerangka aksi sederhana. Setiap yang hadir, "bertugas" membuat media kampanye, yang disebar melalui media sosial masing-masing. Terserah apa saja, yang penting mengubah pendekatan dengan aura informasi positif.

Bisa berbagi gambar, video atau juga informasi yang tersebar di WA, tapi sudah dialihbahasakan dengan bahasa Curup (bahasa melayu). Misal cara mencuci tangan yang benar, cara melakukan isolasi mandiri, atau tentang menjaga jarak aman (social dan physical distanding).

"Eh, Ada gak film yang mirip-mirip kasus corona, Bang? Terus kita lakukan seperti dulu."

Dulu, bersama teman-teman, aku terlibat dalam kegiatan sosial dan pemberdayaan khususnya isu bencana. Salah satu media kampanye yang kulakukan buat sosialisasi isu bencana adalah melakukan pemutaran film dan nonton bareng.

Nah, setiap akhir pekan, berkeliling desa dan bertemu komunitas serta mengajak nonton bareng siapa saja yang mau. Lokasinya bisa di sekolah atau balai desa. Filmnya tentang bencana dan dampak bencana. Semisal gempa, tsunami, gunung api, banjir dan lain-lain.

"Tapi, mana boleh adakan nonton bareng!"

"Bagikan di media sosial!"

"Nanti aku coba cari!"

sumber gambar : Pixabay.com
sumber gambar : Pixabay.com
Nonton Film "Flu", Yuk!

Aku bukan maniak film. Jadi, mulailah mencari informasi tentang film yang nyaris sama dengan pandemic coronavirus ini.

Dari berbagai referensi. Aku dapatkan rekomendasi film "Flu" film asal Korea Selatan yang diproduksi tahun 2013 hasil besutan sutradara Kim Sung Su.

Dilansir dari tek.id, film Flu berawal dari ditemukannya satu peti kemas yang berisi imigran gelap. Semua imigran ditemukan telah mati, kecuali satu orang yang bertahan hidup

Ternyata, imigran tersebut membawa virus menular yang sangat mematikan. Dalam waktu 36 jam, ribuan orang terinfeksi virus mematikan tersebut. di kota Budang, Korea Selatan.

Kesamaan film Flu ini dengan pandemik coronavirus, adalah film ini menyorot sifat asli manusia ketika berhadapan dengan dengan krisis.

Ada adegan panik orang-orang memborong masker, perdebatan antara ahli medis dan elite politik, tentang jabatan dan kepentingan hingga keterlibatan lembaga internasional. Militer pun sudah terlibat melakukan represif dengan melakukan karantina, penembakan dan pembakaran mayat serta orang-orang yang positif terjangkit virus.

Yang berbeda? Yang aku lihat, tak seperti Indonesia, film ini "tak begitu" menyoroti peran media dalam "adukan" pandemi virus ini.

Nilai positif dari film ini, masih tergambar bagaimana sifat manusiawi oarng-orang yang bertahan dan berjuang untuk menyelamatkan diri serta orang-orang yang mereka sayangi. Mereka rela melakukan apa saja.

Nah, menyambut hari film nasional yang jatuh pada hari ini. Aku ikutan rekomendasikan film Flu ini, ya?

Selain memiliki kesamaan dengan kondisi saat ini, menurutku bisa sekaligus sebagai media kampanye, bagaimana dampak dari virus tersebut. aku tautkan link-nya :


Demikianlah, selalu sehat dan bahagia!

Hayuk salaman..

Curup, 30 Maret 2020

Zaldychan

{Ditulis untuk Kompasiana]

taman baca :

1. Review film "Flu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun