Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Selain Drakor dan K-Pop, Kita Mengenal "Nunchi" ala Korea, Yuk!

26 Maret 2020   21:10 Diperbarui: 29 Maret 2020   16:16 2000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by: pixabay.com

"Bang, Artikel kemarin perluasan konsep parenting?"
"Artikel yang mana?"
"4 Karakter Netizen?"
"Oh! Itu adaptasi dari karakter anak! Haha..."
"Dasar Nunchi!"

Malam tadi, dengan keterbatasan waktu, aku menulis artikel tentang 4 Karakter Netizen saat #dirumahaja, yang aku adaptasi dari konsep karakter anak. Seperti biasa, kemudian kubagikan di WAG Parenting.

Dari percakapan siang tadi, aku malah jadi mengingat satu kata kunci "Nunchi". Ternyata, aku belum menulis tentang ini.

Selain dikenal sebagai salah satu Negara maju, Korea memiliki drama korea (Drakor) yang mengharu biru dan romantis yang digandrungi ibu-ibu, atau budaya dan musik K-Pop yang disukai anak-anak muda seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Maka Nunchi adalah salah satu tradisi yang sudah berlaku belasan abad lalu. Jadi, kutulis saja, ya?.

Illustrated by: pixabay.com
Illustrated by: pixabay.com
Sekilas tentang Nunchi
Dari Wikipedia, Nunchi adalah gabungan dua kata. Nun berarti "mata", dan Chi bermakna "ukuran". Secara harfiah disebut juga dengan "ukuran/kekuatan mata".

Pada tradisi Korea, Nunchi adalah kemampuan untuk mengukur dan mendengarkan suasana hati seseorang. Hal itu menjadi kunci hubungan interpersonal. Pada budaya barat, Konsep ini masuk pada kecerdasan emosi.

Ada juga yang mendefinisikan Nunchi sebagai kepekaan sosial yang tinggi, untuk membaca dan menilai suasana hati seseorang dengan melihat dan mendengarkan. Maka pemilik Nunchi, akan digelari "pembaca pikiran".

Terkadang, apa yang terucap, tak sama dengan yang terlihat, kan? Atau tak semua yang dipikirkan, bisa dengan lugas diucapkan, tah? Apalagi jika tak ada sinkronisasi dengan sikap tubuh atau perilaku.

Jadi, Nunchi adalah cara untuk menyelami pemikiran dan perasaan orang lain untuk membangun kepercayaan, hubungan relasi atar individu yang sehat dan kuat, untuk kemudian menciptakan kehidupan yang harmonis.

Illustrated by: pixabay.com
Illustrated by: pixabay.com
Bagaimana melakukannya?
Ada tiga aspek penting dari Nunchi. Mata, telinga dan Pikiran yang tenang. Akumulasi ketiganya, akan menciptakan dampak positif yang berwujud kecerdasan sosial. Aku tulis semampuku aja, ya?

Pertama. Kekuatan Mata.
Jamaknya, fungsi mata tak hanya melihat yang tersurat. Namun juga memiliki kemampuan menilai yang tersirat. Dengan sorot mata untuk menilai dan memindai situasi dan kondisi. Kita akan mampu menyimpulkan yang telah terjadi.

Saat berjumpa seorang teman yang lagi mengalami musibah atau berduka. Walaupun yang bersangkutan tak bercerita, masih berusaha tersenyum dan tertawa. Mata kita sudah lebih dulu mengirim isyarat ke dalam kepala memberikan informasi, apa yang dialami teman tersebut, kan?

Maka pelukan hangat atau tepukan pelan di bahu, akan menjadi pilihan terbaik untuk menunjukkan empati.

Berbeda dengan yang tak memiliki Nunchi! Ketika melihat teman masih mampu tersenyum dan tertawa. Maka informasi yang didapatkan adalah, "dia baik-baik saja!" Malahan mengajak bercanda, dan mengabaikan peristiwa yang sedang terjadi. Hiks...

Kedua. Kekuatan Telinga.
Fungsi telinga mendengarkan. Kemudian idealnya menyaring informasi yang masuk, dipadupadankan dengan hasil pengamatan mata, baru memutuskan untuk beraksi atau beraksi. Ini, jika seseorang memiliki Nunchi, ya?.

Masalahnya, berapa banyak orang yang mau dan betah mendengarkan? Selain tak ada lembaga formal, juga rumpun keilmuan tentang seni mendengarkan. Kita acapkali tumbuh dan dibesarkan pada budaya banyak bicara!.

Terkadang rebutan bicara. Mengabaikan hasil dari penglihatan dan pendengaran. Apapun yang dilihat atau didengarkan, akan segera direspon. Contoh? Aih, banyak berseliweran di layar televisi, tah?.

Ketiga. Pikiran yang Tenang.
Difahami, banyak faktor yang manjadi syarat untuk memiliki pikiran yang jernih, serasi dan mampu menetralisir beragam toxic yang dikumpulkan oleh semua indera tubuh yang melekat di dalam diri seseorang.

Walaupun telah melalui jenjang pendidikan tertinggi, tak menjamin seseorang mampu mengontrol dirinya dalam berinteraksi, kan? Atau usia seseorang yang semakin dewasa, bisa saja bermental dan bertingkahlaku lebih kekanakan daripada anak SMA.

Akumulasi tingkatan usia, pengalaman hidup, jenjang pendidikan dan status sosial ekonomi serta lingkungan dan keluarga yang baik, banyak berpengaruh untuk menghasilkan ketenangan itu.

Maka, dalam konsep Nunchi. Pikiran yang tenang, menempati urutan ketiga. Setelah memiliki kemampuan menilai dan memindai serta memahami juga menyelami situasi yang terjadi. Baik pada seseorang atau lingkungan sosial, yaitu kekuatan melihat dan mendengar.

Illustrated by : pixabay.com
Illustrated by : pixabay.com
Jadi...
Lebih sering melihat dan mendengarkan, akan melatih seseorang untuk memilih bersikap. Yang akan meningkatkan kecerdasan sosial dalam berinteraksi dan berkomunikasi.

Karena dunia, tak hanya berputar di sekitar kita saja. Apapun yang dilakukan, akan lebih dulu dipantulkan ke diri sendiri, jika mengalami situasi seperti itu.

Kukira, tak akan ada pengendara yang menerobos lampu merah, atau orang-orang yang menyerobot barisan antrian. Tak ada saling memaki dan merendahkan antar pribadi, ternyata salah alamat atau salah sasaran.

Kemampuan seseorang mengamati situasi yang terjadi di lingkungan sekitar, serta memahami keadaan, kemudian memberi respon yang tepat dari apa yang terjadi secara bijak, adalah Nunchi.

Maka, muara dari konsep Nunchi, adalah tata krama dan sopan santun yang dimiliki seseorang. Bayangkan, jika kemampuan ini dilatih sejak dini?.
Demikian, salam hangat dariku.

Selalu sehat, hayuk salaman!

Curup, 26.03.2020

Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]
Taman Baca:
1. Cara Membaca Pikiran Lawan Bicara 2. Wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun