Belum lagi guru mata pelajaran yang dianggap "paling bertanggung jawab" terhadap hasil akhir Ujian Nasional. Di antara kesibukan itu, juga berhadapan dengan tekanan yang berjenjang. Orangtua, kepala sekolah, dinas/instansi terkait, juga pengurus yayasan.
Muaranya, akan ada "perlombaan" pernyataan di akhir masa ujian. baik secara lisan maupun tulisan, di media media cetak maupun elektronik untuk meraih kepercayaan dan pengakuan. Dari atasan atau ruang publik. Â
"Anak kami, meraih nilai tertinggi!"
"Sekolah ini adalah dengan rata-rata nilai..."
"Daerah kita, menjadi yang..."
"Di level Nasional dan Propinsi, tingkat kelulusan..."
Begitulah! Semua pihak akan mengerti dan memahami. Alasan logis pembatalan UN di semua jenjang pendidikan. Tak akan ada telunjuk yang bebas diarahkan! Tak mungkin menyigi, siapa saja pihak yang bersalah.
Dari kekecewaan anak gadisku. Mungkin juga dialami oleh banyak anak-anak yang lain di pelosok negeri. Aku hanya ingin berujar kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
"Mas Nadiem, anakku seperti atlet olimpiade yang gagal tampil!"
Sekian bulan bahkan bertahun menjalani pemusatan latihan, berkali melakukan latih tanding dan eksebisi. Mengorbankan apapun, agar bisa memberikan yang terbaik. Namun, selesai dengan satu kesepakatan di atas meja.