Selamat berhari senin!
Pernah dengar istilah nginggris "I love Monday" atau "I Hate Monday"? Bagi orang gunung sepertiku, setiap kedatangan hari senin adalah jebakan rasa di antara "Cinta dan Benci".
Belum tahu juga alasan logisnya, sehingga orang di sekitarku akhir-akhir ini kembali akrab dengan istilah itu. Tapi belum viral seperti kasus "layangan putus" atau lagu "Entah Apa yang Merasukimu"!
Setelah menikmati liburan akhir pekan dengan pasangan atau keluarga. Aura pagi senin terkadang segera terpancar di wajah. Kaku, tegang terkadang cemas. Malahan ada juga yang baru keluar dari rumah sudah merasa bosan.
Pagi tadi. Di WAG Kompasianer, aku membaca percakapan di antara teman-teman tentang pandemic coronavirus. Semisal Mbak Muthia Elhasany berbagi tips obatan tradisional untuk meningkatkan imunitas tubuh dengan meminum ramuan jahe merah, serai (sereh) dicampur madu.
Ada juga berita terbaru tentang corona. Kang Ferry malah menyatakan, Italia dengan standar kesehatan nomor dua setelah Jepang. Jatuh korban semakin banyak. Dan, menyisakan pernyataan, "kita harus menyatakan perang dengan corona!"
Usai membaca percakapan itu. Ingin juga rasanya ikutan berucap, "I Hate Monday"!
Apalagi dengan situasi saat ini. Ketika anakku sekolah dihimbau untuk belajar di rumah. Kemudian mendengar di sebagian wilayah ada kebijakan untuk bekerja dari rumah. Aku? Musti tetap hadir di tempat kerja, sebab dapur harus terjamin ngebul, kan? Hiks..
Aku jadi ingat masa-masa sekolah dulu! Jadi, aku tulis saja kenangan hari senin versiku. Persisnya, jika ingat hari senin, maka memoriku menyangkut pada kata "Upacara"!
Bagi siswa yang baik sepertiku. Upacara adalah momen penting menyimak proses pengibaran bendera Merah Putih, pembacaan Pancasila dan UUD 1945.