Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Perempuan Internasional 2020: Eksistensi di Ranah Domestik atau Ruang Publik?

8 Maret 2020   17:06 Diperbarui: 8 Maret 2020   20:35 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : https://nasional.tempo.co/

"Mak, kini hari perempuan sedunia!"
"Sekarang Maret! Bukannya april?"
"Itu hari Kartini, Mak!"

Ini pembukaan percakapan pagi dengan ibuku, yang biasa kusapa Amak. Perempuan asli Minang, lahir di Kabupaten Pesisir Selatan (Sumatera Barat). Tak lama, mengalirlah sejarah perjuangan beliau berjuang melewati garis hidup hingga berusia 78 tahun.

Tentang sekolah yang hanya Sekolah Rakyat (SR) dan tak selesai, karena musti menikah muda sebagai "upaya penyelamatan diri" dari tentara Jepang. Tak ada pilihan, kecuali patuh pada orangtua (kakek dan nenekku).

Tentang kisah awal ikut suami merantau ke Curup (Bengkulu), bertani dan berdagang. Sejak tahun 1980, berfungsi sebagai orangtua tunggal sekaligus ibu rumah tangga, musti membesarkan tujuh orang anak.

sumber foto : pixabay.com
sumber foto : pixabay.com
Kisah Amak sebagai Perempuan

Sejak SD, aku terlibat dalam proses "bertahan hidup" ala Amak. Berdagang gorengan di rumah. Membuat kerupuk, keripik singkong serta aneka rempeyek udang, kacang atau ikan maco (ikan kecil) yang dititip ke warung-warung sekitar rumah.  

Yang teristimewa versiku. Amak memiliki keterampilan mengolah apapun bahan makanan yang ada di dapur. Satu jenis bahan, bisa diolah dengan berbagai varian rasa.

Mubazir adalah hal yang tak disukai, apalagi urusan makanan. Jika ada kerak nasi, akan segera dijemur, kemudian digoreng. Atau ditumbuk halus, dicampur gula dan kelapa muda dan dicetak. Aku menyebutnya "kue sangko".

"Jangan mubazir! Apalagi membuang makanan! Kasihan suamimu nanti!"
"Perempuan harus pandai dan berkuasa dapur!"
"Ajari anak-anakmu memasak, cuci piring, membersihkan rumah. Agar tak bikin malu!"

Semua saudara perempuanku, pasti mengingat petuah ini. Dan, Amak tak hanya berteori, tapi mempraktekkan itu, seumur hidupnya. Aku? Sebagai laki-laki juga musti bisa urusan dapur dan pekerjaan rumah tangga. Porsinya malah lebih banyak!

Sebagai single parent, figur Amak terlihat keras dan tegas. Terpaan kehidupan juga, yang membentuk kredo bagaimana seharusnya perempuan versi beliau. Bahwa, pusat kegiatan perempuan itu di dapur.  

sumber foto : https://holamigo.id/
sumber foto : https://holamigo.id/
Untuk apa sekolah tinggi, kalau tak mengerti urusan dapur?

Kalimat di subjudul ini, adalah refleksi Amak. Sebagai orang kampung yang tinggal di kaki bukit barisan dan seorang ibu sekaligus kepala keluarga. Jika membaca atau menonton berita tentang isu-isu kesetaraan gender yang dilakukan aktivis perempuan dan feminis.

Ketika viral figur publik yang tak mengerti cara membuka kulit salak, yang tak bisa membedakan antara jahe dan lengkuas, keliru menentukan antara merica dan ketumbar. Apalagi tak bisa memasak dan tak mau menyusui bayi dengan alasan penampilan. Membuat Amakku heran!

Mungkin saja, Amak atau banyak orang keliru memaknai kesetaraan sebagai porsi yang sama rata dan sama banyak. Ketika membandingkan sisi fisik dan psikis serta keterbatasan ruang dan waktu yang dialami perempuan.

Arus deras pemaknaan kesetaraan gender, terkadang terasa hampa jika permasalahan perempuan di semua daerah atau negara dianggap sama. Padahal sistem sosial dan aturan nilai yang berlaku pasti berbeda.

Empat tuntunan norma yang berlaku di masyarakat; norma agama, norma susila, norma adat dan norma hukum acapkali "ditabrakkan" atau "didisain" dengan keinginan eksisensi dan ruang publik untuk perempuan.  

sumber foto : https://www.kompas.com/
sumber foto : https://www.kompas.com/
Isu kesetaraan Perempuan : Eksistensi di Ranah Domestik atau Ruang Publik?

Tahun ini, perayaan hari perempuan Internasional atau International Womens Day (IWD), yang diperingati setiap 8 maret. Mengusung tema "I am Generation Equality : Realizing Womens Right" atau "Saya generasi Setara : Menyadari Hak Perempuan"

Dengan hastag #EachforEqual, kesetaraan yang ingin disampaikan tak hanya masalah perempuan namun lebih luas lagi. Namun kesetaraan gender yang berlaku masif sejak dari pikiran untuk menentang stereotif, melawan bias, memperbaiki pencapaian perempuan.

Beragam acara dilaksanakan di berbagai Negara untuk merayakan IWD. Bermacam tema dibahas. Semisal tentang hak, penggambaran perempuan di media atau pentingnya pendidikan dan peluang karir. Di Indonesia bahkan melakukan aksi long march di ibukota.  

Kukutip dari kompas.com (08/03/2020), Tema IWD ini sejalan dengan kampanye baru UN Women, "Generation Equality". Setidaknya, ada 7 isu yang disorot dalam kampanye tersebut adalah :

  • Kekerasan berbasis gender
  • Keadilan dan hak ekonomi untuk semua
  • Otonomi tubuh
  • Hak seksual dan kesehatan reproduksi
  • Aksi feminis untuk perubahan iklim
  • Inovasi teknologi utnuk kesetaraan gender
  • Kepemimpinan feminis

Jadi?

Menyigi materi kampanye dari UN Women ini. Kukira, masih sebagai perjuangan perempuan untuk "pengakuan" pada eksistensi di ruang publik. Dan isu itu, tak semua Negara mengalami hal yang sama.

Apakah aku bias gender? Tidak! Aku pribadi mensuport perempuan untuk berkarya. Jika itu adalah passion, cita-cita atau mimpinya. Bahkan aku mencegah temanku untuk melarang istrinya bekerja di luar rumah, jika tak menyediakan pilihan lain agar istrinya berkarya.  

Untuk semua perempuan. satu pernyataan titipan aku tuliskan dengan kalimat sederhahana. "untuk apa menjadi ratu di tempat kerja, jika tak mampu menjadi ratu di rumah?"

Selamat merayakan hari perempuan internasional!

Buat semua perempuan!

Curup, 08.03.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun