Berbagai cap negatif kerap diajukan. Mulai dari buta sejarah, diperbudak gawai dan game online, berbicara tak pantas, kurang sopan santun kepada orangtua, rentan pergaulan bebas dan narkoba, hingga tawuran tanpa alasan yang jelas, semata atas nama solidaritas pertemanan.
Kenapa jelek semua? Tak adakah perilaku positif atau prestasi kids jaman now? Kukira, banyak! Namun yang membanjiri media cetak dan elektronik juga media sosial acapkali fenomena buruk, tah?
Sekarang ini, Kaum Muda terlibat pertarungan sengit, tak hanya pada tataran nilai, norma serta pengetahuan. Namun juga tentang status dan peran mereka di lingkungan sosial. Apalagi setelah hadirnya Internet.
Penetrasi internet secara pelan namun pasti juga mempengaruhi Kaum Muda. Menjamurnya penggunaan beragam gawai, bermacam media sosial dan indikasi hadirnya penyakit Nomophobia (no mobile phone phobia), membuktikan itu.
Internet menjadi bagian yang tak terpisahkan. Kedekatan itu melahirkan istilah "kaum rebahan". Untuk menjelaskan aktivitas yang dilakukan kaum muda dalam mengisi waktu luang. Ungkapan ini, bisa bermakna positif namun bisa juga negatif, kan?
Positifnya, era digital banyak memberi keuntungan dalam kehidupan manusia, bukan hanya pemasalahan komunikasi, namun juga akses yang luas hingga antar individu bisa terhubung tanpa sekat ruang dan waktu.
Di sisi lain, Kaum Muda bisa terjebak pada budaya instan walau memiliki respon dan kepekaan yang tinggi, sering beriteraksi dengan identitas berbeda bahkan anonim sehingga bisa berkomunikasi tanpa ikatan nilai dan norma. Terkadang tanpa sadar menjadi pelanggar hak cipta atau privasi seseorang.
Bahkan, "Perkawinan" kaum muda dan media sosial, dapat menjadi gerakan sosial baru yang mampu menjadi menekan atau mengubah keputusan pemerintah. Dahsyat, kan? Â Â
Dalam jurnal "Kebangkitan Kaum Muda dan Media Baru", Derajad S. Widhyharto menuliskan. Bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat global maupun di Indonesia, pasti melibatkan kaum muda sebagai pelaku utama. Ada 3 cara memandang Kaum Muda. Aku tulis, ya?