Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ini Alasan Para Suami Enggan Menemani Istri ke Pasar

3 Maret 2020   18:15 Diperbarui: 4 Maret 2020   11:22 4304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pasar tradisional. (Foto: KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA )

"Temani aku ke pasar, ya?"
"Hah? Ke Pasar? Mau beli apa?"
"Belum tahu! Nanti dilihat dulu!"

Pernah menerima ajakan seperti ini? Bagi para suami, bisa sangat menjengkelkan! Terbayang berjalan memutari setiap gang-gang sempit di pasar, menemani istri mencari memilah dan memilih belanjaan.

Apalagi ternyata, baru setengah jalan. Pikiran istri berubah! Tak mau ke pasar A tapi ke pasar B, dengan alasan lebih lengkap dan lebih murah. Padahan jaraknya semakin jauh dari tempat tinggal. Jika sesekali, kukira akan dimaklumi. Kalau berkali-kali?

Akhirnya, acara berbelanja bukan menciptakan quality time bagi pasangan. Namun menghadirkan cemberut dan kemelut. Atau malah cekcok sepanjang perjalanan pulang dengan ragam keluhan dan pertengkaran. Hiks...

"Makanya ditulis dulu!"
"Tapi..."
"Besok-besok ke pasar sendiri aja!"

sumber foto: radarbromo.jawapos.com
sumber foto: radarbromo.jawapos.com
Itu Kebiasaan atau...?

Dari cerita di atas. Bisa saja diasumsikan dengan refleksi sederhana. Bahwa penyebab  kondisi ini ada dua. Apa saja?

Pertama. Tak ada perencanaan. Bagi istri, mendisain menu harian keluarga adalah suatu kewajiban dan tanggungjawab. Karena bersifat rutin, acapkali ide dan inspirasi olahan menu masakan untuk keluarga tercinta jadi mentok. Akhirnya malah sibuk bertanya tetangga kiri-dan kanan untuk menyerap ide.

Jika ditanyakan pada para suami. Pandangan yang tercipta adalah, acapkali bagi istri waktu lebih banyak tersita untuk memilih bahan masakan saat belanja ke pasar. Dibandingkan bingung cara memasak atau mengolah masakan. Iya, kah?

Kedua. Pergi tanpa tujuan yang jelas. Aku pribadi, juga akan menolak jika diajak tanpa tujuan yang jelas. Sama nasibnya dengan anak balita yang dipaksa untuk belajar membaca, tanpa tahu guna dan manfaat membaca. Akhirnya ogah-ogahan.

Kukira baik suami atau istri, walaupun terpaksa ikuti ajakan. Namun terasa tak nyaman karena tak ada kejelasan dan kepastian. sehingga sepanjang perjalanan, dalam hati akan meraba-raba. Seperti judul lagu, "Mau dibawa ke mana, perjalanan kita?"

sumber foto: bernas.id
sumber foto: bernas.id
Apa Alasan Suami Enggan Menemani Istri ke Pasar?

Menurut kelirumologiku. Setidaknya ada beberapa alasan, kenapa para suami enggan menemani istri ke pasar. Aku tulis, ya?

Pertama. Belanja Ke Pasar sudah tugas istri. Berbeda dengan konsep partnership parenting, jika suami dan istri saling menujang dan saling mengisi pada semua hal dalam pemenuhan dan kebutuhan keluarga.

Namun terkadang masih ditemukan pemikiran dan pembagian tugas yang jelas dalam satu rumah tangga. Urusan "luar negeri atau eksternal rumahtangga" ditangani para suami. Sedangkan urusan "dalam negeri atau internal rumahtangga". Nah, belanja ke pasar termasuk urusan istri. Hihi...

Kedua, Malu. Jika berbelanja ke pasar (bukan super market atau mini market, ya?) tak hanya tentang "cuci mata". Tapi tentang seni tawar-menawar dagangan antara penjual dan pembeli. Acapkali, hal ini yang terkadang menghadirkan rasa malu.

Kok bisa?  Kalau temanku yang pedagang bilang, itu kategori "pembeli sadis"! Acapkali dijumpai para istri melakukan tawar-menawar yang alot tentang selisih harga yang sedikit, bahkan sampai tarik urat leher. Suami jadi malu! Atau akan bertambah rasa malu, jika usai tawar-menawar  yang dramatis malah gak jadi beli! Tragis, kan?

Ketiga. Lama menunggu. Ada pameo, menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Nah, alasan ini ada korelasi langsung dengan hobi istri yang suka menawar, tanpa ada perencanaan bahkan memiliki sifat peragu saat memutuskan bahan yang akan dibeli.

Atau, jika para suami lebih memilih menunggu di tempat parkir. juga akan serba salah. Jejangan menerima rajukan keren dari istri, "Bilangnya mau temani? Kalau hanya menunggu di sini, lebih baik ga usah temani aja!" Dahsyat, tah?

Keempat. Bukan sebagai kegiatan prioritas. Ini bisa iya atau tidak. Bagi istri, dengan ditemani suami ke pasar, siapa tahu akan memberikan masukan tentang bahan yang akan dibeli atau siapa tahu suami punya selera khusus yang ingin disajikan.

Nah. Banyak juga di antara para suami. Semisal di hari libur,daripada menemani istri ke pasar. Lebih memilih membersihkan kendaraan, atau berkebun atau apalah! Bisa jadi, sejak kecil pakem yang tertanam di kepala, belanja ke pasar adalah kerja perempuan. Jadi, bukan prioritas. Haha..

Akhirnya...

Sesungguhnya, banyak cara-cara "ajaib" yang murah meriah dan bisa dilakukan bersama oleh setiap pasangan. Termasuk di dalamnya adalah suami menemani istri belanja ke pasar. Manfaatnya, tak hanya menghabis waktu bersama. Namun juga membangun komunikasi yang intens di antara pasangan.

Syaratnya? Tentu saja merancang efektifitas dalam berbelanja. Tak hanya tentang hemat waktu dan uang, namun juga tindakan. Semisal menyusun daftar belanja atau tujuan yang jelas. Serta berjuang pelan-pelan mengubah alasan para suami yang disebut di atas.

Jika itu dilakukan? Muaranya, ikatan dan harmoni dalam keluarga akan semakin erat. Apalagi jika anak-anak pun diajak dan dilibatkan dalam kegiatan berbelanja ke pasar. Pasti seru, kan?

Udah, ya? Kalau sepakat, hayuk salaman!

Curup, 03.03.2020
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun