Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Apa yang Bisa Dilakukan Jika Keluarga Terserang Virus "Connecting People, Disconnecting Family"?

28 Februari 2020   15:27 Diperbarui: 28 Februari 2020   21:59 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Sesiapapun akan bahagia, jika memiliki keluarga yang harmonis, dengan kehangatan dan rasa cinta yang selalu terjaga. Namun terkadang, hal itu sukar diwujudkan, ketika saluran komunikasi antar anggota keluarga tersendat.

Komunikasi yang nyaman di antara anggota keluarga, semisal pasangan orangtua, antara orangtua dan anak, atau antara anak dengan anak, bisa menjadi kunci kebahagiaan itu. Komunikasi yang baik menciptakan suasana yang erat dan kondisi yang positif.

Jika komunikasi berjalan lancar dan tanpa sekat, akan mampu mencegah salah pengertian atau salah paham yang berujung masalah. Komunikasi yang "mengalir" akan memudahkan semua anggota untuk mengekspresikan sikap dan berperilaku.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com

3 Faktor penghambat Kelancaran Komunikasi Keluarga

Menurut beberapa artikel parenting yang kubaca, setidaknya ada tiga faktor yang menjadi penghambat kelancaran komunikasi di dalam keluarga. Aku tulis, ya?

Pertama : Kesibukan anggota keluarga yang menggerus waktu bersama. Ini mungkin alasan klasik. Namun acapkali ditemukan atau malah dialami. Semisal Ayah dan ibu yang sibuk bekerja, anak yang melakukan rutinitas bersekolah.

Susahnya, jika ada waktu berkualitas pada sore atau sesudah magrib, ayah mungkin punya agenda di lingkungan sekitar, ibu menyelesaikan urusan rumah tangga atau di dapur. Anak? Sibuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Kondisi demikian menjadi pemicu renggangnya ikatan dan komunikasi keluarga perlahan.

Kedua. Tak memahami pola atau gaya komunikasi di antara anggota keluarga. Setiap orang akan berbeda cara berkomunikasi. Ada yang tegas dan keras hingga tanpa disadari menghadirkan rasa takut. Ada yang aktif (cerewet?) dan sering hadirkan rasa jengkel. Juga ada yang bicara seperlunya atau pendiam.

Memahami pola atau gaya komunikasi setiap individu, akan memandu semua anggota keluarga menyesuaikan diri dengan memilah dan memilih cara terbaik, agar komunikasi terjalin. Sehingga efektifitas komunikasi menghadirkan rasa nyaman antar kedua belah pihak.   

Ketiga. Berkumpul, tapi tak saling bicara. Saling bicara namun tak merasakan kebersamaan. Beberapa kali pernah kutulis tentang ini. Semua anggota bisa saja berkumpul dalam satu ruangan. Namun, Ayah membaca koran atau buku, ibu menonton televisi dan anak-anak sibuk dengan gawai atau tugasnya.

Atau semua anggota keluarga duduk di ruang keluarga serta masing-masing sibuk dengan gawai masing-masing? Bisa dibayangkan? Semua anggota keluarga terdampak pada penyakit Connecting People, disconnecting family! Perih, kan?

Bila tiga hal ini, dibiarkan. Perlahan setiap pribadi di dalam keluarga akan menjadi "orang asing". Jika terjadi masalah, antar pasangan orangtua lebih nyaman bicara dengan orang lain. Karena terlanjur "ada jarak" di antara keduanya.

Ada permasalahan pada anak, orangtua lebih cenderung menyelesaikan versi masing-masing. Tak lagi ada kompromi. Anak-anak tak merasakan "keberadaan" orangtua. Atau merasa takut salah, khawatir bahkan tak lagi percaya pada orangtua.

Jika sudah demikian, apa yang bisa dilakukan?

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com

Bersama Belakukan "Strategic Family Therapy"!

Keluarga adalah sistem sosial terkecil dan alami. Biasanya, pada awal pembentukan keluarga baru, seseorang dipercaya menyusun aturan, peran dan fungsi, struktur kekuasan serta komunikasi di dalam sebuah keluarga.

Seiring perjalanan waktu dan bertambah usia, perubahan mental serta psikologis anggota keluarga. Aturan di awal butuh ditinjau ulang. Menyesuaikan dengan perubahan yang pasti terjadi.

Jika tidak dilakukakan? Terkadang hal ini mengundang tersendatnya komunikasi. Idealnya, perubahan itu kemudian melibatkan semua anggota keluarga. Gampangnya, seperti saat mengikuti pelatihan-pelatihan atau di awal pembelajaran. Jamak disebut dengan "learning contract".

Bisa saja, berisi tentang apa yang diinginkan anggota keluarga, tata tertib atau aturan main, secara bersama menetapkan apa yang boleh dan tidak. Juga jenis sanksi jika hal itu dilanggar. Lalu, bagaimana dengan masalah komunikasi di dalam keluarga?

Dalam ranah psikologi dikenal dengan istilah Strategic family therapy. Secara sederhana, adalah sebuah pendekatan yang fokus memecahkan masalah yang melibatkan semua anggota keluarga. Dengan mencari dan memahami penyebab serta menggali solusi yang dilakukan bersama. Aih, teoritik, ya?

Konsep ini bisa juga dilakukan secara santai dan terbuka antar anggota keluarga. Namun bisa saja menggunakan alat bantu (kertas/metaplane/kertas plano). Melakukan pemetaan bersama masalah yang terjadi. Tahapannya?

Pertama. Semua anggota keluarga berkumpul, menjelaskan tujuan berkumpul, dan semua yang hadir berhak dan wajib memberikan hal apa yang "dianggap" sebagai masalah dalam keluarga..

Kedua. Semua anggota keluarga memverifikasi kebenaran masalah tersebut, kemudian secara bersama dan terbuka menggali serta menyigi hingga semua memahami apa atau siapa penyebab masalah.  

Ketiga. Menyusun langkah bersama sebagai solusi tentang apa yang harus dilakukan atau ditinggalkan. Dan mendorong semua anggota keluarga menyepakati langkah tersebut. Agar permasalahan yang terjadi tidak terulang lagi.

Keempat. Membangun ulang komitmen bersama, serta saling menjaga konsistensi terhadap solusi yang telah disepakati bersama.

Empat tahapan cara memecahkan masalah ini, jika dilakukan secara bersama dan berkala. Akan memutus sekat interaksi dan komunikasi antar keluarga. Bahkan jika rutin dilakukan, akan menjadi ajak evaluasi, refleksi dan resolusi bersama dalam keluarga. Keren, kan?

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com

Akhirnya...

Komunikasi dalam keluarga menjadi bermasalah akibat dinamika dan struktur keluarga yang tak berfungsi. Akhirnya perilaku menjadi bermasalah, ketika setiap individu ingin mendapatkan rasa aman atau menunjukkan kekuasaan.

Namun, hematku. Apapun teori dan metode yang ditawarkan untuk "mencairkan" sumbatan dan hambatan komunikasi, tak akan melahirkan perubahan. Jika semua individu tidak "meluangkan" waktu untuk menjalin komunikasi berkualitas.

Jadi? Sepakat menyisihkan waktu untuk komunikasi berkualitas?

Hayuk salaman!

Curup, 29.02.2020

zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun