Konsep ini bisa juga dilakukan secara santai dan terbuka antar anggota keluarga. Namun bisa saja menggunakan alat bantu (kertas/metaplane/kertas plano). Melakukan pemetaan bersama masalah yang terjadi. Tahapannya?
Pertama. Semua anggota keluarga berkumpul, menjelaskan tujuan berkumpul, dan semua yang hadir berhak dan wajib memberikan hal apa yang "dianggap" sebagai masalah dalam keluarga..
Kedua. Semua anggota keluarga memverifikasi kebenaran masalah tersebut, kemudian secara bersama dan terbuka menggali serta menyigi hingga semua memahami apa atau siapa penyebab masalah. Â
Ketiga. Menyusun langkah bersama sebagai solusi tentang apa yang harus dilakukan atau ditinggalkan. Dan mendorong semua anggota keluarga menyepakati langkah tersebut. Agar permasalahan yang terjadi tidak terulang lagi.
Keempat. Membangun ulang komitmen bersama, serta saling menjaga konsistensi terhadap solusi yang telah disepakati bersama.
Empat tahapan cara memecahkan masalah ini, jika dilakukan secara bersama dan berkala. Akan memutus sekat interaksi dan komunikasi antar keluarga. Bahkan jika rutin dilakukan, akan menjadi ajak evaluasi, refleksi dan resolusi bersama dalam keluarga. Keren, kan?
Akhirnya...
Komunikasi dalam keluarga menjadi bermasalah akibat dinamika dan struktur keluarga yang tak berfungsi. Akhirnya perilaku menjadi bermasalah, ketika setiap individu ingin mendapatkan rasa aman atau menunjukkan kekuasaan.
Namun, hematku. Apapun teori dan metode yang ditawarkan untuk "mencairkan" sumbatan dan hambatan komunikasi, tak akan melahirkan perubahan. Jika semua individu tidak "meluangkan" waktu untuk menjalin komunikasi berkualitas.
Jadi? Sepakat menyisihkan waktu untuk komunikasi berkualitas?