Ceritanya udahan, ya? Sekarang aku tulis, beberapa alasan kenapa menceritakan ini.
Ternyata, jika  Bisa Antar Jemput Itu...
Pertama. Aku terbebas dari praduga dan curiga. Satu hari ini, sebagai ayah, aku menjadi orang yang mendengarkan secara langsung cerita tentang anak lelakiku yang terjatuh. Aku menjalin komunikasi dengan pelatihnya, sekaligus melakukan trianggulasi dengan anakku.
Jadi? Aku tak sempat mendapatkan "bumbu penyedap" dari sumber lain, andai aku tak menjemput dan berbincang langsung dengan pelatihnya. Jadi tingkat "kepercayaan" dengan pihak sekolah dan anakku tetap terjaga.
Kedua. Aku menangkap keresahan anak gadisku, jika aku lupa membawa formulir pendaftaran. Dan, aku tidak lupa! Juga tanpa sengaja, aku pun menjelaskan sebab terlambat menjemput karena menunggu cuci cetak pas foto.
Jadi? Aku aman dari cemberut anak gadisku atau perdebatan yang tidak perlu. Saat perjalanan pulang, malah berbonus kicauan anakku, keseruan di kelas hari ini dengan nada dan tawa renyah. Ahaaay...
Ketiga. Aku mendapatkan satu informasi penting, bahwa ada kegiatan "buka bersama" anak gadisku pada hari senin. Kenapa penting? Artinya, aku mesti mengingatkan anak gadisku buat berpuasa, kan?
Dan, aku masih punya waktu untuk menyiapkan "peralatan perang" yang cukup buat sahur. Agar menjalankan puasa tetap nyaman, walau harus tetap bersekolah. Bayangkan, jika informasi itu aku dapatkan malam senin? Ternyata isi kulkas kosong? Hihi...
Tiga alasan itu, menjadi penghubung ikatan antara aku sebagai orangtua dengan anak juga sekolah. Sebagai orangtua yang bekerja, tentu saja aku memiliki keterbatasan waktu. Jadi momen antar-jemput anak menjadi "quality time" versiku. Boleh, kan?