Sependektahuku. Jurnalisme mengejar fakta. Kenapa bukan data? Karena data bisa direkayasa. Fakta susah buat direka. Berpijak dari itu, dulu aku mengenal beberapa istilah jurnalisme. Di antaranya :
Pertama. Jurnalisme Investigasi. Secara sederhana adalah penelusuran panjang dan mendalam terhadap sebuah kasus yang dianggap memiliki kejanggalan atau di sembunyikan dari publik atau bersifat rahasia. Biasanya, hal yang dianggap untuk kepentingan bersama yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.
Kedua, Jurnalisme Kuning. Ada kesengajaan mengesploitasi sesuatu untuk merebut perhatian dan minat pembaca, dengan muslihat yang membangkitkan emosi tanpa disertai fakta. Misal judul artikelnya, sengaja dibuat clickbait atau bombatis!
Ketiga, Jurnalisme Alkohol, Basis infonya tak berdasarkan kebenaran, tapi hanya isapan jempol. Apakah isu dan gosip termasuk? Entahlah!
Aku pribadi berharap, masih ada media massa yang melakukan pengawasan khususnya terhadap kekuasaan. Mewakili mata dan telinga masyarakat sebagai anjing penjaga (Watchdog). Agar tak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan monopoli informasi, politik, budaya juga ekonomi.
Apatah lagi, kondisi terkini di manapun termasuk Indonesia, pemilik media massa pun menjadi figur publik, dan bagian dari kekuasaan. Bisa saja ada "kemasan" informasi dari pemegang kekuasaan, malah mengundang kecurigaan masyarakat.
Jadi?
Tapi, aku percaya. Masih banyak teman-teman pers juga penggiat media sosial yang menginginkan pers tetap sebagai salah satu pilar demokrasi. Saluto buat teman-teman yang memilih jalan ini...
Selamat Hari Pers  Nasional!
Salam dariku
Curup, 10.02.2020
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H