I/.
Langit malam tak hanya melontarkan butiran hujan, dan melenyapkan bias jingga di saat senja. Namun juga membiarkan ribuan aksara berjatuhan, gagu membujuk rindu merangkai kata.
Aku ingin mengabaikan lalu lalang orang-orang, dengan pemandangan wajah-wajah kedinginan.
Kau di mana?
II/.
Orang-orang sibuk melindungi ruang-ruang sepi yang terbiar sunyi. Menemani rencana yang harus terhenti, dan perlahan hanyut bersama kenangan.
Tak lagi peduli berdesakan di sudut sempit, kepulan asap rokok, pengap mobil, sesak rumah, panas bus, riuh kafe, dan kebekuan tempat parkir.
Aku pun ingin tak peduli! Tapi tidak tentangmu.
Kau mengingatku?
III/.
Udara dingin merajam setiap pori-pori, merasuk senyap bak beliung melesap ke relung hati. Hujan tak menawarkan kebebasan angan menciptakan keinginan, tapi menjadi penjara paling suci bagi kesepian.
Orang-orang satu-persatu pergi menyisakan bisu. Aku mendekap hasrat yang mendesak untuk menyerap rindu, seperti membekap perih luka dari sisa sayatan sembilu.
 Kau mengerti?
IV/.
Penantian adalah pemakaman rahasia, yang menyimpan makna kehidupan.
Kau masih menungguku?
Curup, 09. 02. 2020
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H