Biasanya, orang yang memiliki ide baru akan dianggap aneh. Dan, anggapan itu akan berhenti terkadang dilupakan, ketika ide itu terbukti berhasil.
Begitu juga jika ingin mengubah prilaku, mesti memiliki ide yang brilian. Walau dianggap tak masuk akal, bahkan aneh.
Termasuk, saat menyikapi tentang subsidi gas LPG 3 Kg. Karena benturan tentang keberadaan dan kelangkaan gas, yang acapkali ditemui.
"Ada ide, pengganti gas elpiji, Bang?"
"Ada!"
"Misal?"
"Ciptakan tabung khusus penampung kentut!"
"Haha..."
Dalam obrolan di warung kopi, tak sengaja, aku diajak kembali mengulik ulang perubahan prilaku masyarakat di dapur, hingga ketergantungan pada gas LPG tersebut.
Orang-orang dulu, memasak itu di tungku. Di dapur terlihat bermacam jenis perapian tersebut. Ada dari susunan batu berbentuk segitiga atau segi empat, memakai penampang berbahan potongan besi. Hingga yang dibuat khusus berbahan tanah liat.
Bahan bakarnya, menggunakan potongan kayu kering. Orang-orang pergi ke hutan, mencari dan menebangi pohon. Di pinggir jalan akan berjejer kayu bakar yang diikat dengan berbagai jenis kayu, dan dijual dengan varian harga.
Kemudian, inovasi hadir dengan membuat anglo. Jenis tungku perapian berbahan semen. Bahan bakarnya, tak lagi kayu kering tapi arang! Perlahan, di pinggir jalan berjejer anglo berbagai ukuran dan arang dalam karung.
Hidup mulai efisien dan dianggap bersih. Dapur tak lagi disesaki susunan kayu bakar dan asap.
Susah mengubah prilaku? Iya!