Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi Pribadi yang Memiliki Saldo Nol

23 Januari 2020   14:14 Diperbarui: 25 Januari 2020   14:49 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tak ada istilah memulai dari nol saat anda gagal, kegagalan justru membuat anda lebih berpengalaman." Bong Chandra

Berbincang tentang angka nol itu terkadang seru, ya? Selain berposisi paling depan pada deret angka. Acapkali muncul juga perdebatan bahwa angka nol itu, kosong dan habis. Namun ada juga yang berpendapat, angka nol itu tetap memiliki nilai!

Biasanya, perdebatan akan hilang. Dan cenderung sepakat, bila angka nol ditaruh di depan yang lain semisal 0 dan 7 menjadi 07, dan itu bermakna kecil. Juga setuju jika angka nol ditulis di belakang semisal 7 dan 0 menjadi 70.

Keberadaan dan pengaruh angka nol itu dalam kehidupan ternyata luar biasa. Terkadang menjadi gerbang kebahagiaan. Apalagi, jika angka nol di belakangnya lebih banyak, kan?

Namun, bagaimana dengan saldo nol? 

Jika ditanyakan pada jajaran direksi Bank Mandiri pada bulan Juli tahun 2019 lalu. Diduga karena kesalahan sistem, diperkirakan 10 persen dari total nasabah Bank Mandiri mengalami perubahan saldo massal bahkan nol rupiah.

Akhirnya, muncul kepanikan bercampur curiga, berupa pertanyaan dan pernyataan dari nasabah. Maka, pernyataan kata maaf adalah pertahanan akhir direksi kepada nasabah. Itu upaya menenangkan, sekaligus menetralisir provokasi dari pihak-pihak yang tak bertanggungjawab.

Padahal salah satu modal utama dunia perbankan adalah kepercayaan publik, tah?

Beda lagi, jika saldo nol ini ditanyakan kepada manajemen masjid Jogokariyan di Yogyakarta. Dari berbagai berita dan cerita, baik dipaparkan di media online, pada postingan di ragam media sosial. Dikisahkan, bagi pengurus, saldo nol adalah sebuah prestasi!

Pilihan manajemen keuangan yang tidak biasa, kan? Ketika jamaknya pengurus masjid, berlomba mengumumkan jumlah saldo dari hasil infak yang dimiliki. Sebagai bentuk kepercayaan jamaah. Masjid Jogokariyan Ini malah sebaliknya.

Bagi pengurus, sangat menyedihkan jika pengumuman infak berjumlah jutaan, sedangkan tetangga masjid ada yang tak bisa berobat karena masalah biaya. Masjid tak lagi sebatas tempat ibadah. Namun menjadi "rumah" bagi semua orang.

Hasil infak harus digunakan dengan benar, bukan ditimbun sampai jumlah yang banyak. Sehingga, masjid mampu menjadi pusat interaksi sosial dan menciptakan ikatan jamaah yang solid dan kuat.

Illustrated by philosophytalk.org
Illustrated by philosophytalk.org
Nah! Secara individual, konsep saldo nol bisa diberlakukan usai melakukan "pembersihan" diri sesudah Bulan Ramadan dan Idul Fitri dengan perilaku saling bermaafan. Ketika setiap individu terlahir kembali dalam keadaan fitri.

Bisa juga saat menyusun resolusi saat di akhir tahun. Usai menginventarisir rencana tahun sebelumnya, melakukan evaluasi dan refleksi diri. Akhirnya mencanangkan resolusi saat memulai awal tahun.

Keputusan usai melakukan refleksi dan evaluasi. Dengan melupakan kegagalan, kekecewaan atau kesan-kesan negative tahun sebelumnya. Agar tak terbeban, akhirnya memacu diri untuk memulai dengan saldo nol.

Tiga kisah di atas tentang saldo nol, tentu saja pada situasi dan kondisi berbeda, ya? Namun, benang merahnya ada pada konsep saldo nol. Dan saldo nol yang kumaksud, adalah saldo nol pada sikap dan perilaku positif.

Kenapa saldo nol dan bukan titik nol, sih? 

Istilah titik nol jamaknya, digunakan untuk "memulai" sesuatu. Dan, kehidupan bukan pada posisi memulai dengan kata "start". Namun "mengulang" kembali dari awal (restart). Tapi, ini kiramologiku, ya?

Illustrated by storymirror.com
Illustrated by storymirror.com

Menjadi pribadi yang memiliki saldo nol?

Bayangkan, jika hidup tanpa menyimpan kenangan buruk masa lalu. Tak menyusun daftar orang-orang yang berlaku salah dan menimbulkan dendam. Agar suatu saat bisa dilakukan pembalasan.

Atau bayangkan, jika kehidupan di rumah tangga dengan semua tetangga. Bisa berinteraksi setiap hari tanpa ada sekat di hati. Bertukar sapa dan saling bersalaman. Saling melontar senyuman, candaan dan tertawa bersama.

Bukan sibuk menabung hal-hal yang membuat susah hati. Membaca berita korupsi, menabung! Mendengar gosip selebriti, menabung! Melihat tetangga membeli mobil baru, menabung! Dimarahi atasan, menabung!

Akhirnya saldo penuh! Dan butuh pelampiasan. Karena udah mulai membludak, malah meluber ke mana suka. Tanpa kendali, bahkan acapkali salah sasaran. Hiks...

Memiliki saldo nol di hati dan pikiran, memang bakal sulit dan rumit, ya? Namun pada kondisi saat ini. Kukira, mencoba menjadikan diri pada kondisi saldo nol, dibutuhkan!

"Anda tidak dapat mengubah keadaan, musim atau angin. Tapi anda bisa mengubah diri anda sendiri. Itu adalah sesuatu yang bertanggung jawab." Jim Rohn -- Penulis

Curup, 23.01.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun