Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tanpa Disadari, Terkadang Orangtua Menjadi Toxic Parents

19 Januari 2020   15:21 Diperbarui: 19 Januari 2020   22:20 5747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Illustrated by : graphicriver.net
Illustrated by : graphicriver.net
Tanpa Disadari, Orangtua Menjadi Toxic Parents

Ketika orangtua memprioritaskan kebutuhan materil lebih tinggi dibandingkan kebutuhan immateril, dianggap kesalahan fatal. Anak dibesarkan dengan limpahan materi. 

Karena alasan kelelahan, saat anak meminta perhatian, yang keluar malah sikap dan kata-kata kasar. Bahkan ada orangtua yang sengaja menciptakan hubungan berjarak dengan anak.

Anak pun hampa perhatian, tanpa kehangatan dan kurang kasih sayang. Akhirnya anak-anak tumbuh dengan merasa orangtua tidak sayang, bersikap kasar bahkan bisa meracuni perkembangan kejiawaan anak.

Para orangtua yang "tega" meracuni tumbuh kembang anak, dalam ranah psikologi disebut toxic parents. Dan, sangat banyak orangtua tidak merasa apa yang mereka lakukan dapat meracuni psikologi anak.

Setidaknya ada dua jenis toxic parents. Pertama, orangtua yang berlaku kasar dengan rangkaian tindakan kekerasa fisik dan verbal. Kedua, orangtua yang tidak berlaku kasar, namun dampak perlakukannya meracuni kepribadian anak.

Mungkin kita semua, tanpa disengaja telah menjadi toxic parents, terutama jenis yang kedua. Secara perlahan mematikan karakter dan kepribadian anak. Dampaknya? Anak akan kehilangan kepercayaan diri juga bimbang menjalankan kehidupannya.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Apa saja Toxic Parent Tersamar? 

Pertama. Menjatuhkan dan menyalahkan anak. Ini seringkali dilakukan. Contohnya adalah melakukan perbandingan. Banyak orangtua yang membandingkan sikap, kemampuan atau kekurangan anak. Dengan saudara sendiri, anak orang lain, atau pengalaman orangtua dulu.

"Kakakmu dulu..."
"Anak kawan Ayah itu..."
"Ibu dulu..."  

Walaupun dengan nada bercanda, atau mungkin niatnya untuk memberikan semangat anak. Hal yang terjadi, justru anak menjadi tak percaya diri, atau menjadi pembenci. Baik pada orangtua atau orang yang diperbandingkan dengannya. Siapa sih yang suka disbanding-bandingkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun