Menyoal pendidikan dari berbagai kasus yang ditemui, dan dirujuk dengan segala sudut pandang, bakal tiada habisnya. Bahkan seperti terjadi penyatuan energi pikiran bersama, bahwa perihal pendidikan mesti dibahas dengan serius.
Mulai dari presiden, gubernur hingga bupati tak tinggal diam, serta memiliki keinginan yang sama. Beragam program pendidikan ditawarkan untuk menyiasati kendala itu. Termasuk bantuan beasiswa serta penelitian dari BUMN, sektor swasta, lembaga donor dalam dan luar negeri.
Aku  ingin begini, aku ingin begitu
Aku ingin ini, ingin itu, banyak sekali
Tulisan di atas, dikirim seorang teman. Ternyata larik dari lagu pembuka film animasi Doraemon. Kukira, mewakili banyaknya keinginan dan harapan terhadap sektor pendidikan. Gegara kemarin, kubagikan di WAG, tulisanku di Kompasiana, artikel edukasi "Kenapa Minat Belajar Anak Sering Berubah?"
Pada artikel itu kutulis, mungkin saja perubahan minat belajar pada anak, karena pemenuhan rasa ingin tahu yang tersendat, seiring pertambahan usia dan pengalaman. Ada kekeliruan dalam metode pembelajaran, serta ajakan melakukan refleksi bersama antara guru, anak dan orangtua.
Refleksi belajar, berfungsi tak sekedar untuk mendapatkan nilai-nilai pembelajaran. Namun juga akan menumbuhkan kesadaran diri. Kemudian, perlahan fungsi guru serta orang tua adalah mendorong anak untuk menemukan minat dan cara belajar versi anak itu sendiri.
Berbicara pendidikan, benak kita secara sadar akan terarah pada proses belajar di sekolah hingga kuliah, entitas yang berada di dalamnya, serta unsur-unsur penunjang dalam penyelenggaraan pendidikan.
Jika kembali pada rumusan awal makna sekolah dari kata "Skole" di masa Yunani yang bermakna "waktu luang" atau "waktu senggang". Maka sekolah dapat dikatakan sebagai "waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar."
Kenyataannya? Kita dihadapkan pada keadaan bahwa bersekolah tak seluang dan sesenggang yang dibayangkan, tah?
Sekolah Susah, Gak sekolah salah!