Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Favorit Itu, Jago Main Tebak-tebakan! Kenapa Tidak?

10 Januari 2020   17:45 Diperbarui: 17 Juni 2021   14:07 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Favorit Itu, Jago Main Tebak-tebakan (Iluustrated by pixabay.com)

"Bukan! Jawabannya, Suami!"

Pada titik ini, akan ada pernyataan ketidakpuasan, protes dan perasaan putus asa, bahkan kejengkelan. Namun terpaksa menerima kebenaran jawaban itu. Dampaknya? Hal itu akan mengubah suasana kelas.

Baca juga : Kontribusi Kompetensi Kepribadian Guru

Bentuk ice breaking seperti tebak-tebakan atau cerita lucu, tak hanya berfungsi sebagai upaya mengalihkan perhatian dari kejenuhan dan kejemuan atau pemecah kebuntuan suasana. Tapi juga agar titik konsentrasi dan antusias segera pulih.

Apatah lagi, jika ada materi yang memang menuntut penjelasan hanya satu arah. Maka butuh keterampilan khusus, untuk menarik perhatian siswa agar tetap intens. Hingga suasana penyajian jadi lentur dan cair.

Guru yang disukai, tanpa disadari akan melipatgandakan semangat siswa. Boleh tanyakan kepada siswa! Biasanya, mereka akan merasa rugi jika tak bisa hadir di kelas, atau bahkan berusaha lebih baik membuat tugas atau bersikap, agar tak mengecewakan guru yang disukai.

Begitu juga guru favorit. Karakter itu tak tumbuh sendiri. Jamaknya, guru-guru favorit lahir berdasarkan refleksi diri, serta memformulasikan pengalaman dari sekian banyak figur guru mereka dulu yang diteladani, dihormati bahkan disukai.

Iluustrated by pixabay.com
Iluustrated by pixabay.com
Apatah jika Dianggap Lucu, Mengurangi Rasa Hormat Kepada Guru?

Acapkali, ada garis tak kasat mata. Bahwa sosok guru digugu dan ditiru. Sukarnya, bagaimana mau digugu dan ditiru, jika sikap prilaku untuk menjaga marwah itu berujung dengan membuat jarak terhadap siswa?

Mengapa tak melakukan hal-hal sederhana tanpa biaya, seumpama bermain tebak-tebakan dan memaparkan cerita lucu, untuk "memperpendek jarak" antara guru dan siswa. Hingga menghadirkan rasa nyaman.  

Baca juga : Bagaimana Pendidikan Karakter Siswa Bisa Dijalankan Jika Guru Bebas Keluar Masuk Area Sekolah Seenaknya Sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun