Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terkurung Bayangan Masa Lalu di Tahun Baru? Ini Makna Blencong pada Pertunjukan Wayang dan Filosofis Bayangan

1 Januari 2020   14:26 Diperbarui: 1 Januari 2020   14:45 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayah! Coba buat kupu-kupu!"

"Ular, Yah!"

"Kalau kelinci, dua tangan, Yah?"

"Rusa, Yah! Atau jerapah? Susah, ya?"

Begitulah respon anak-anakku saat bermain bayangan. Ketika suatu malam mati lampu. Dan di rumah hanya tersedia satu lilin! Ada yang pernah? Seru, kan? Ahaaay...

Itu dulu! Beberapa tahun lalu! Kukira, semua anak kecil takut kegelapan. Ada kecemasan yang tak terungkap. Bahkan, ada yang terbangun dari tidur nyenyak yang lelap. Karena takut gelap.

Pernah juga dulu, anak-anak ditakuti oleh orang-orang tentang keberadaa sosok hantu, berwajah jelek dan mengerikan! Rumus menghadapi anak kecil versiku, adalah secepatnya mengalihkan perhatian mereka! Maka, sebagai ayah yang terpaksa ikhlas. Aku bilang saja :

"Nak! Wajah Ayah, lebih mengerikan dari hantu. Tenang saja! Belum pernah lihat hantu, kan? Di sini tak ada hantu! Karena hantu takut melihat Ayah!"

Bujukan dengan penuh keyakinan yang perih ini, sukses! Anakku tak lagi takut hantu. Tapi takut padaku. Mungkin mereka berfikir, hantu aja takut? Biarlah! Hiks...

Eh, balik lagi cerita bayangan, ya? Aku tulis tentang bayangan karena ada anggapan jika bayangan itu seperti hantu atau malah sering menghantui. Ini campuran ilmu kelirumologi, kiramologi dan logi-logi lainnya.

Sumber foto : club.iyaa.com/
Sumber foto : club.iyaa.com/
Bayangan adalah...

Kucari pada laman kbbi.web id. Kata bayang adalah ruang tidak terkena sinar karena terlindung benda lain. Itu sejalan dengan konsep fisika, bahwa bayangan tak akan pernah hadir tanpa cahaya. Kok bisa begitu? Karena alur cahaya itu lurus! Jika ada yang menghalangi maka akan timbul bayangan.

Semua yang bersifat benda atau berwujud kebendaan, termasuk di dalamnya manusia, bisa menghasilkan bayangan. Syaratnya, tentu saja harus ada cahaya atau sumber cahaya.

Bisakan sama persis antara bayangan dan benda? Itu tergantung kekuatan cahaya, juga jarak antara sumber cahaya dengan benda yang menghalanginya. Semakin kuat cahaya, atau semakin dekat antara benda penghalang dengan sumber cahaya, akan semakin jelas bayangan yang dihasilkan.

Contoh paling mudah, seperti pada proyektor atau infocus yang jamak dipakai untuk presentasi dan nonton layar tancap! Atau sajian pertunjukan wayang.

sumber foto : medium.com/
sumber foto : medium.com/
Blencong atau Belincong pada Pertunjukan Wayang dan Filosofis Bayangan

Pada masa lampau, pertunjukan wayang yang dilakukan pada malam hari, hanya diterangi dengan Blencong atau Belincong. Dalam istilah pedalangan, Blencong adalah alat penerangan yang menggunakan bahan bakar minyak kelapa yang menghadap ke arah kelir (layar).

Kukutip dari id.wikipedia.org. Lampu Blencong ada yang berbentuk seperti burung Jatayu, ada juga berbentuk seperti celengan dengan sayap di kiri dan kanannya. Yang terbuat dari kayu berukir ataupun perunggu.

Fungsi blencong? Tentu saja untuk menghidupkan bayangan wayang di kelir/layar. Butuh gerakan dan kecepatan serta keterampilan dalang dalam memainkan tokoh wayang, hingga tersaji bayangan wayang yang terlihat "hidup". Terpaan angin pada percikan api di sumbu blencong, akan menambah efek tersendiri bahkan terasa mistis apalagi ditingkahi bunyi-bunyian.

Itu dulu! Sekarang, Blencong sudah mulai tergantikan dengan lampu bertenaga listrik. Bahkan beberapa seni pertunjukan wayang, di dukung dengan tata lampu. Yang disesuaikan dengan suasana tertentu dalam suatu adegan. Mau tak mau, teknologi mesti diberi ruang, tah?

Pada beberapa literatur seni pedalangan. Blencong tak hanya berfungsi sebagai alat penerangan. Namun sebagai lambang cahaya abadi. Dalam hal ini bermakna Tuhan yang Maha Esa.

Coba saja, semisal lampu Blencong itu padam atau tidak ada, maka seluruh ruang pertunjukan menjadi gelap gulita. Tak akan ada aktivitas kehidupan. Ini esensi dasar dari eksistensi Blencong. Menjamin keberlangsungan kehidupan.

Jika dalam dunia perwayangan, aktivitas kehidupan interaksi antara dalang dengan wayang. Maka di dunia nyata, adalah simbolisasi interaksi antara Tuhan dengan manusia. Blencong sebagai sumber cahaya aktivitas kehidupan wayang, Pantulan cahaya berbentuk bayangan adalah refleksi dari kisah kehidupan itu sendiri. Dahsyat, tah?

sumber foto : jejakrekam.com/
sumber foto : jejakrekam.com/
Bayangan dalam Pertengkaran Angan Manusia

Acapkali, terdengan dan diungkapkan istilah bayangan masa lalu. Hal ini merujuk pada jejak pengalaman yang telah dialami. Selalu dihantui dengan bayangan masa lalu, kalangan milenial, mengenalnya dengan istilah "susah move on!"

Wujud pertengkaran angan manusia dengan bayangan itu, karena Bayangan hanya bisa dilihat, diamati dan dinikmati. Silahkan membayangkan apapun. Tapi hal itu, tak pernah bisa dimiliki, diraih, digenggam, apalagi direngkuh!

Ada dua pilihan yang mampu melenyapkan bayangan! Pertama, Tak Ada Cahaya. Lnyapkan semua sumber cahaya, maka bayangan tak akan hadir dan terlahir. Kedua, Berlindung Di Tempat yang Teduh. Bisa saja keteduhan itu dari bayangan yang lebih besar. Silahkan tentukan sendiri, ya?

Jika tak keliru menyikapi bayangan, maka akan menjadi pintu gerbang untuk mengenal diri sendiri. Kemudian melahirkan reflesi diri dalam merenungi alur kehidupan. Perlahan melakukan kontemplasi diri untuk merajwat eksistensi dan identitas diri. Hingga berujung pada resolusi, agar menjadi pribadi yang lebih baik

Jadi? Mumpung di hari pertama pada tahun baru 2020. Mari bersama menyigi bayangan diri, atau mengarsir kembali. Bukan semakin terpuruk dengan bayangan masa lalu. Tapi menjadi pijakan awal merajut keberadaan sesuai kemampuan.  

Sepakat? Hayuk salaman...

Selamat Tahun Baru untuk semua. Semoga selalu sehat dan berbahagia! Salam hangat, salam hormat dan mohon maaf lahir dan batin.

Curup, 01.01.2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana]

Note : Tulisan ini adalah PR setrap dari Mbak Leya Cattleya dan Mas Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun