"Hayuk! Ada usul acara malam tahun baru?"
"Karaoke, Bang!"
"Setuju! Yang gak bisa nyanyi. Main domino atau kartu aja!"
"Bakar jagung! Tapi saweran!"
"Sepakat!"
"Beli petasan, Bang! Biar seru!"
"Jangan! Itu Mubazir! Beli jagung aja, biar banyak!"
"Sesekali, bro!"
"Maaf, aku gak ikut! Karena seharusnya kita...."
Itu adalah narasi keseruan percakapan pada salah satu WAG-ku malam kemarin. Anggotanya puluhan anak-anak muda di Kota Curup. Ternyata, satu pertanyaanku itu, menjadi topik pembahasan hingga pukul dua dini hari. Ribuan chat lalulalang! Tentang usulan, penolakan, beradu argumentasi hingga mencari dan berbagi dalil. Tentu saja ada yang jadi penyimak abadi. Ahaaay...
Aku seakan diajak untuk hampir percaya dan meyakini, ujar-ujar beberapa teman. Kalau orang Indonesia, lebih banyak menghabiskan energi saat menyusun rencana. Ups!
Gegara itu, aku tulis saja ragam sikap orang terhadap perayaan tahun baru, ya? Memang versiku, siapa tahu, juga dialami oleh orang lain, kan?
Ada ribuan tanggapan yang berseliweran di media sosial tentang momentum menyambut tahun baru. Padahal bermuara pada satu fakta. Karena cuma sekali dalam satu tahun, kan? Kalau tiap hari, namanya hari baru, tah? Hihi...
Coba aja lihat dan baca. Kalau saja media sosial itu dianggap tongkat nabi Musa. Dalam rumus kelirumologiku, maka netizen yang maha benar itu akan terbelah menjadi lima aliran.Â
Pertama, Penganut yang Penting Kumpul dan Hepi!
Penganut aliran ini, umumnya didominasi remaja atau anak muda yang masih tahap berjuang meraih ijazah. Tak akan berfikir alasan yang rumit dan sulit, pun tak perlu menyusun rencana yang jlimet. Sing penting hepi!
Ajaibnya, bagi mereka tak penting tempat yang strategis sebagai titik kumpul. Nongkrong di pinggir jalan juga hayuk! Tak peduli persiapan remeh dan receh tentang logistik untuk merayakannya. Intinya, bisa berkumpul, ngobrol ngalor ngidul, tak lupa berswafoto dan posting di media sosial masing-masing. Hingga sepakat bubar, terus pulang! Biasanya bangun juga kesiangan. Haha...  Â
Kedua, Kalau Ngumpul, Harus Tertata, Teratur, Rapi dan Apik!
Jamaah aliran ini, biasanya digawangi oleh orang yang nyaris dewasa hingga tua. Semua kudu dipersiapkan dengan terukur. Lokasi dipilih yang bisa membuat nyaman semua orang, mulai dari disain ruangan hingga tempat parkir kendaraan.
Acaranya mesti tersusun time to time! Mirip-mirip agenda protokoler pejabat. Termasuk pengisi acara, siapa saja yang ikut dan diundang, sumber dana dari mana, hingga sajian menu yang dihidangkan mesti sesuai dengan cita rasa semua peserta.
Menjelang pergantian malam, sama-sama berhitung mundur, 5, 4, 3, 2, 1. Kemudian meniup terompet, menyalakan petasan, benyanyi bersama, bertukar salam dan berdoa bersama. Akhirnya, ditutup dengan foto bersama.
Tak peduli, apakah akan diunggah di media sosial masing-masing atau tidak. Terus bubar dan pulang. Yang penting, kalau besok ditanya, ada jawaban juga cerita jika ikut merayakan tahun baru! Nah, kan?
Ketiga, Tak Peduli, Walau Diam-Diam Menikmat
Aliran ini memiliki alasan masing-masing. Tak terbatas usia. Bisa dengan alasan prinsip yang diyakini atau menganggap pergantian malam tahun baru sama saja seperti malam-malam yang lain. Boleh saja, kan?
Biasanya, pengikut aliran ini lebih memilih berdiam di rumah. Berkumpul dengan keluarga, atau menjalankan aktivitas dan rutinitas seperti biasa. Tak terlihat antusias, bahwa malam tahun baru adalah sesuatu yang istimewa.
Tapi, terkadang, masih juga ada yang keluar rumah sebentar untuk melihat-lihat pusat keramaian sebagai lokasi acara tahun baru. Atau asyik dan khusu'Â menyaksikan keseruan ragam sajian di televisi, yang pastinya, menayangakan acara tahun baru. Walau juga ada yang berlari keluar rumah, penasaran melihat kembang api di langit malam. Atau ngedumel mencari tahu, siapa yang memainkan petasan.
Tak ada unggahan foto-foto di media sosial, jikapun ada, hanya berfungsi sebagai pengumuman, jika mereka tak ikut merayakan. Dengan caption. "Di rumah ajah!"
Keempat, Tak Jelas Merayakan atau Tidak, tapi Harus terlibat.
Nah! Orang-orang yang masuk dalam aliran ini, terkadang mesti berkorban. Entah itu agenda pribadi atau keluarga besar. Karena tanggungjawab moral atau memang hal itu adalah kewajiban. Hingga susah menemukan jawaban, mereka menikmati atau tidak momen perayaan tahun baru.Â
Termasuk dalam aliran ini, semisal para pejabat yang diundang untuk memberikan kata sambutan. Aparat keamanan, seperti polisi dan tentara yang bertanggungjawab untuk keamanan dan ketertiban selama berlangsungnya perayaan, Tokoh Masyarakat karena diundang, jika tak hadir timbul rasa sungkan dan segan. Juga Pemuka Agama, karena diminta untuk memimpin doa bersama. Juga petugas medis dan emergecy yang dijadual khusus, untuk mengantisipasi hal tak terduga. Â
Kelima, Apapun Judul Perayaannya, yang Penting Menghasilkan!
Penikmat aliran ini, tak peduli dengan makna atau esensi dari acara, baik teoritis, filosofis atau apalah! Bagi mereka, ini adalah momen dan peluang untuk menghasilkan dan sayang untuk dilewatkan! Kiramologiku, memecahnya menjadi dua sub aliran. Yaitu aliran Mumpung Momentum dan aliran Terukur dan Sistemik!
Sub aliran Mumpung Momentum ini dari berbagai latar belakang. Umumnya berganti profesi penjual jasa yang jadi penjual barang. Semisal temanku. Biasanya jadi tukang parkir, tetiba jadi penjual terompet dan kembang api. Atau teman-teman ojek baik yang online atau offline, para pedagang makanan atau minuman ringan, juga pemilik organ tunggal dan lain-lain.
Sub aliran Sistemik dan Sistematis. Ini, memiliki tingkat keserusan tinggi. Bukan untuk merayakan, tapi memfasilitasi orang-orang yang ingin merayakan. Mulai dari pemilik siaran televisi, radio, pengusaha hotel, manajer supermarket, Tempat wisata, aneka pub-diskotik atau tempat ngupi-ngupi bareng.
Hal ini, juga dilakukan satu kelompok tani di kampungku. Tiga bulan sebelumnya, sudah menginstruksikan semua anggota. Bahwa semua lahan wajib ditanami jagung! Biasanya akan kerjasama (baca : dimodali) oleh penyedia bibit dan pupuk, serta para pengepul hasil bumi. Jadi, Poktan gak susah lagi cari pasar dan menentukan harga. Sudah di-booking jauh hari. Dahsyat, kan?
Begitulah! Momen detik-detik pergantian tahun, secara luar biasa mampu menggerakkan dan melibatkan banyak orang. Tentunya dengan ragam pilihan sebagai tanggapan atau cara menyikapinya, kan?
Jadi? Mari menikmati momentum ini dengan penuh kebaikan dan kedamaian. JIkapun ada ruang-ruang perbedaan, kenapa kita tidak menilik saja pada persamaan yang menyatukan. Masa seumur hidup seseorang, tak ada seujung kuku melakukan kebaikan dan kebenaran? Hal mustahil, tah?
Sepakat? Selamat Tahun Baru buat semua. Hayuk salaman!
Curup, hari terakhir dan hujan, Tahun 2019
[Ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H