"Abang sering nulis di Kompasiana?"
"Iya! Belum lama, dan masih belajar!"
"Apa tujuan Abang menulis di sana?"
"Hah?"
Begitulah! Hingga hari ini, acapkali aku gagap saat ditanya tujuan menulis. Aku bisa berikan seribu satu alasan, atau seribu satu jawaban, mengapa aku menulis. Tapi aku belum bisa mendefinisikan tujuanku menulis.
Pasti bohong, jika tak tersirat hasrat untuk dikenal orang, tulisan dibukukan, meraih penghargaan atau mendapatkan pekerjaan sekaligus penghasilan. Tapi bagiku, itu adalah manfaat dari keterampilan menulis. Bukan tujuan dari menulis.
Ingin rasanya menjawab, "tujuan menulis itu adalah menghasilkan tulisan, dan bisa dibaca orang lain!" Â
Jadi? Artikel ini untuk merayakan dengan caraku, satu tahun aku menulis di Kompasiana. Boleh, kan?
Modal Nekat Menulis di Kompasiana dan Mengajak Teman Agar Tak Tenggelam Sendirian!
Awalnya, aku menulis di media sosial (facebook). Apa saja yang terpikir, aku tulis. Terus diunggah. Akhirnya temanku dari Bandung, menyarankan untuk menulis di Kompasiana. Mental kampungku langsung bereaksi! Haha..
"Hei! Aku orang kampung. Mana berani nulis di Kompas!"
"Kompasiana, Bang! Hajar aja!"
"Caranya gimana?"
"Cari tahu sendiri!"
Menulis adalah sebuah keberanian! Itu kalimat milik Pramoedya Ananta Toer, yang menyentilku. Hingga tanggal 29 Desember 2018, aku praktekan ucapan Pram. Hari itu, kuputuskan membuat akun di Kompasiana dan posting perdana. Dan hari ini, tepat satu tahun aku di sini.
Bermodal kalimat "hajar aja!", Aku seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Sejak itu, aku menulis setiap hari, entah puisi, cerpen atau artikel lain. Tanpa mengenal waktu, yang penting posting! Bahagia rasanya saat melihat ada komentar atau rating dari teman-teman yang hanya bisa dilihat foto dan statistik artikelnya.
Seperti keluar dari tempurung! Aku terkagum dan merasa rendah diri, ketika membandingkan tulisanku tak seelok dan seindah Kompasianer lainnya. Tapi Kompasiana adalah sekolah terbaik untuk menulis bagi orang-orang sepertiku. Dengan guru-guru luarbiasa yang lalulalang setiap menit. Â Â
Dengan ponsel jadul sebagai senjata menulis, Setelah 200-an artikel. Aku baru sadar ada label pilihan atau artikel Utama! Parah, ya? Menggunakan rumus trial and error, aku mulai belajar merapikan tata bahasa, tata letak dan memilih foto.
Hingga hari ini. Satu tahun di Kompasiana, pada statistik akunku, tertera angka 854 artikel. Â Jadi kaget juga, bisa sebanyak itu. dan jangan tanya, aku belum menemukan alasan atau jawabannya. Â Walaupun acapkali berkelahi dengan sinyal parah jika hujan, karena kota Curup tempat tinggalku ada di kaki Bukit Barisan.
Nah! Biar tak susah sendirian, perlahan kuajak satu-persatu temanku. Biar sama-sama terbenam dan tenggelam di Kompasiana. Setidaknya hingga saat ini, ada 10 orang teman satu kampungku yang masih aktif menulis di Kompasiana. Malah, mereka lebih keren dan jagoan serta sering berlabel Artikel Utama. Rasakan!
Ikutan Event, Project Puisi Berbalas dan Buku Bersama.
Jika ada yang bilang, bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah sekaligus bulan penuh ujian. Saat menulis di Kompasiana, aku alami itu. Plus keseruan yang susah buat diungkap lugas. Ahaaay...
Diawali dengan ikut event THR 2019 Kompasiana yang menulis setiap hari dengan beragam tema selama ramadhan. Hasilnya? Aih, aku mesti tahu dan harus mengukur diri, kan? Hikmahnya? Aku jadi belajar menulis untuk "menaklukkan" tema yang diberikan. Bagi penulis profesional, itu hal mudah. Bagiku, itu adalah ujian. Lah, biasanya nulis di kanal fiksiana dan tanpa tema. Haha..
Kemudian ikut merayakan Event 1000 puisi yang digagas Mbak Lilik Fatimah Azzahra, Event Fiksiana Community, Diajak Mbak Anis Hidayatie terlibat dalam Project Puisi Berbalas dan Event Cerita Mini Rumpies The Club (RTC). Dua yang terakhir, di luar ekspektasiku. Malah menghadirkan karya berbentuk buku.
Semua itu, tak terpikirkan pun tak terbayangkan olehku saat mulai belajar berenang di lautan Kompasiana. Bertambahnya teman-teman dari berbagai latar belakang sosial, pendidikan dan profesi adalah sesuatu yang tak terduga dan berharga.
Malah hingga hari ini, WAG Project Puisi Berbalas masih aktif dan semakin seru! Begitu juga ketika jalinan pertemanan meluas hingga ke media sosial. Saling berbagi, bertukar komentar dan saling mendukung agar tak berhenti menulis. Itu, emejing buatku!
Bagiku, Menulis adalah Jalan Sunyi Mengenal Diri
"Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa, suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang."
Kutipan dari buku Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara, kukira menjadi inspirasiku saat menulis. Walau tak sedahsyat isi buku itu. Menulis bagian dari melatih diriku mengubah buah pikiran dan perasaan menjadi sebuah tulisan. Pun menjadi rambu-rambu bagiku. Apakah hal yang aku tulis memberikan manfaat bagi orang lain atau tidak.
Juga mendorong refleksi diri. Benarkah yang aku tulis? Mampukah aku menjalankan seperti yang aku tulis? Atau sekedar melemparkan batu ke dalam lubuk yang dalam dan membiarkannya tenggelam?
Pelan-pelan, malah terkadang hadir kecemasan. Jejangan yang aku tulis malah menyesatkan orang lain. Atau hanya untuk meraih kepuasan diri sendiri. Tanpa peduli kemungkinan-kemungkinan reaksi pembaca saat mengunyah tulisanku. Malah riweh, ya?
Harapanku, suatu saat, entah kapan. Aku menemukan jawaban-jawaban itu. Terima kasih untuk Kompasiana yang menjadi wadah untukku menemukan jawaban itu, Mas/Mbak Moderator yang bersedia menyigi ragam artikelku, Semua teman-teman Keluarga Besar Kompasiners atas dukungan selama ini.
"Menulis adalah memahat peradaban. Kalau usia tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah. Menulis memperpanjang ada-mu di dunia dan amal-mu di akhirat kelak"Â Helvy Tiana Rosa
Hari ini, 29 Desember 2019, satu tahun aku di sini. Ibarat balita, masih belajar berjalan. Aku ingin, penghuni rumah ini pun, mengajariku berlari untuk menempuh jalan sunyi, agar menemukan makna diriku. Seperti yang lain, Akupun ingin terlibat semampuku seperti yang ditulis oleh Teh Helvy itu.
Terima kasih untuk semuanya. Mohon maaf atas segala khilaf.
Curup, 29.12.2019
[Ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H