Aku belum menemukan bilik rahasia kata-kata yang masih betah bersembunyi. Agar jiwaku mampu menuntun paduan ritmis aksara, dalam perpaduan harmoni diksi.
Sepenuh hati, ingin kunukilkan satu sajak untukmu.
Masih kusimpan garis halus senyummu. Saat kau sibuk meredam diorama derita, bertahan dalam suguhan tulus di sudut bibir. Senyuman yang mampu memantik cahaya, dan mengusir keresahan segera berakhir.
Lekat aku mengingat nada suaramu. Saat terlontar hardikan dalam penyesalan di antara sekat-sekat diafragma, dan perlahan memandu sunyi dalam pelukan hangat menghapus kecewa. Berkali! dan lagi.
Aku masih memendam tanya untukmu. Tentang bagian langit suci mana yang menjadikanmu tetap utuh dan kukuh. Hingga kau selalu ada memapah langitku agar tak terjatuh dan runtuh.
Belum kutemukan bilik rahasia kata-kata tanpa airmata, agar mampu satu sajak kunukilkan untuk kau eja.
Ibu. Sajakku tak kunjung usai, dan tak akan pernah selesai.
Curup, 19.12.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H