Di manik matamu. Aku melihat seekor kupu-kupu bersayap biru. Tak henti mengitari kelopak bunga seruni, dan perlahan hinggap menghisap putik sari. Asyik dengan dunianya sendiri, bermandikan cahaya matahari.
Sedangkan duniaku, terpenjara di hatimu.
Andai desiran sepoi angin mampu berbisik ke telingamu. Kuingin menjadi seekor kupu-kupu. Mengajak bentangan semesta sunyi, sebagai pelaminan nan asri. Membujuk angin sebagai saksi perjanjian suci, antara kupu-kupu bersayap biru dan setangkai seruni.
Tak perlu kuukir sejarah panjang perjuangan keindahan sayap seekor kupu-kupu. Pun, tak perlu kuujarkan perihnya perjuangan menemukan dan memilikimu.
Di manik mataku. Kau temukan patahan ranting kayu, yang beku membatu. Lelah melindungi tetesan embun pagi, bertahan dari sengatan terik matahari.
Curup, 06.11.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H