***
"Mas masih marah?"
"Gak!"
Kau pasti tahu, aku berbohong untuk jawaban itu. Manik matamu menyapa wajahku. Mata yang menjadi penunjuk arah, perta perjalanan paling rahasia bagiku untuk lebih mengenalmu. Kurasakan, kau ingin menemukan jawaban itu dari mata dan raut wajahku. Bukan ucapan yang terlontar dari bibirku.
"Mas tak bersalah! Ayah hanya ingin..."
Kalimatmu terhenti. Berganti dengan butiran bening yang mengalir di sudut matamu. Itu adalah caramu. Menunjukkan rasa dan inginmu padaku. Kukira, tak akan ada jingga senja sore itu. Awan mendung telah menemani tangismu.
Kau dan aku telah menelan lelah. Lelah mencari waktu hanya untuk sebuah pertemuan. Lelah bersembunyi untuk merajut rasa sebagai ikatan yang tak terpisahkan.Â
Setiap orang pernah salah. Namun tak semua orang memiliki keberanian mengakui kesalahan. Atau bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dilakukan.
***
Sejak tadi sunyi. Hanya ada satu rahasia yang terbuka. Juga pelukan erat ayahmu untukku.
"Kau tahu, sakit anakku?"