Kukira, tak lagi kau simpan mendung di hatimu. Dan, Kembali aku jadi pendengar kisahmu. Inginmu juga impianmu.
Aku menatapmu. Menyimak ujaranmu. Sambil menikmati rokok dan kopi buatanmu. Akhirnya kau berhenti.
"Mas!"
"Kenapa?"
"Kok diam?"
"Mas dengar semua, kan?"
"Tapi, Mas cuma..."
"Barusan tentang keinginan dan impian Nunik?"
"Iya."
"Mas ada di situ, kan?"
Kau terdiam. Berfikir. Mencerna kalimatku. Aku tertawa, saat jarimu beraksi lagi. Lama dan perih. Tak lagi ada suaramu. Kulirik jam di pergelangan tanganmu. Kau ikuti gerik mataku. Waktu terasa bergerak cepat. Kau menatapku.
"Belum, Mas! Setengah jam lagi!"
"Iya."
"Mas nginap di mana?"
"Rental Maknen."
"Nik kesana pagi, boleh?"
Kuacak kepalamu. Kau tak butuh jawabku. Besok siang aku berangkat ke Curup. Tak lagi ada waktu bertemu. Kecuali pagi itu.
"Nik Masih rindu?"
"Mas, enggak?"
"Cuma nanya, kan?"
"Masih butuh jawaban?"
"Mas butuh Nunik!"
Kau terpaku kaku. Kenal nada itu, dan mengerti. Tak banyak kuujarkan kalimat seperti itu. Matamu menatapku. Menyigi mataku juga raut wajahku.
"Kenapa? Aneh? Terkejut?"
"Nik..."
"Gak pernah nanya. Bagaimana Mas, kan?"
"Mas..."
Tak kau temui kalimat untukku. Tangismu jadi senjata, peredam benturan rasa. Ada saatnya, kurindukan tangismu untukku. Dan kutunggu hingga reda. Tapi tidak malam itu.
"Dengarkan! Mas ingin bersama Nunik! Menjadi suami yang baik. Menjadi ayah yang baik bagi anak kita nanti. Juga bermanfaat bagi orang lain! Cuma itu! Tak lebih!"
Suaraku bergetar. Dan terhenti. Tanganmu mencengkram erat lenganku. Gelengkan kepala. Kau ingin aku berhenti.
"Tapi tak bisa dengan kondisi Mas sekarang!"
"Nik..."
"Mas tak mau janji. Mas akan coba!"
"Mas..."
"Nik mau menunggu?"
get married | a man of the world | just for you | those three words | just the way I am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H