Kau terpaku kaku. Kenal nada itu, dan mengerti. Tak banyak kuujarkan kalimat seperti itu. Matamu menatapku. Menyigi mataku juga raut wajahku.
"Kenapa? Aneh? Terkejut?"
"Nik..."
"Gak pernah nanya. Bagaimana Mas, kan?"
"Mas..."
Tak kau temui kalimat untukku. Tangismu jadi senjata, peredam benturan rasa. Ada saatnya, kurindukan tangismu untukku. Dan kutunggu hingga reda. Tapi tidak malam itu.
"Dengarkan! Mas ingin bersama Nunik! Menjadi suami yang baik. Menjadi ayah yang baik bagi anak kita nanti. Juga bermanfaat bagi orang lain! Cuma itu! Tak lebih!"
Suaraku bergetar. Dan terhenti. Tanganmu mencengkram erat lenganku. Gelengkan kepala. Kau ingin aku berhenti.
"Tapi tak bisa dengan kondisi Mas sekarang!"
"Nik..."
"Mas tak mau janji. Mas akan coba!"