Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Just The Way I Am" [11]

23 September 2019   08:20 Diperbarui: 23 September 2019   13:34 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Hari sabtu. Saat wisuda. Kau sibuk dengan rasamu, mesti berkumpul dengan keluargamu, pun mencariku usai acara di Aula. Kau temui aku, di kerumunan wisudawan pada stand mini studio foto wisuda.

Tak lama. Kembali kau bergegas ke fakultas. Ikuti acara yudisium. Sekali lagi kau cari dan temui aku di kantin. Hari minggu. Kau tak bisa kutemui. Waktumu tersita untuk keluarga.

**

Pagi itu senin. Setengah berlari. Kau keluar dari rumah. Menjemput langkahku di pintu pagar. Kuacak kepalamu. Kau ajak aku duduk di beranda.

"Mas kemana? Tidur dimana? Nik gak tahu! Mas tak..."

Aku tertawa. Kau tidak. Matamu menatapku. Tak bersuara, kunyalakan rokok. Kuhirup dalam. Kuhempas pelan asapnya. Tanganmu cengkram lenganku. Matamu tak lepas dariku.

"Kemarin gak hujan?"

"Hujan? Gak! Malah..."

"Pantas! Sumurnya kering?"

"Eh sumur? Maksud Mamas? Iiih..."

Kau segera lenyap di balik pintu. Bersisa perih di lenganku. Tak butuh waktu lama. Aku tertawa, saat kau keluar dari pintu. Sambil membawa segelas kopi. Wajahmu memerah. Bibirmu menahan senyum. Kau letakkan gelas berkopi di hadapku. Kuperhatikan utuh gerikmu.

Plak! Plak! Plak!

"Lah? Bukan nawari. Malah mukul?"

"Biar!"

"Rindu lagi?"

"Iiih..."

Itu caramu, lepaskan rasamu. Kufahami resahmu. Tak kau balas tatapanku. Kau memilih diam, tundukkan kepala. Aku tahu. Sulit bagimu berbagi perhatian. Ketika kau hadapkan aku dan keluargamu. Kuusap pelan kepalamu.


"Hari ini. Mas gak mau lihat air mata!"

Hening sesaat. Perlahan kau usap sudut matamu. Kau angkat wajahmu menghadapku. Gelas berkopi, kau ajukan padaku. Sambil tersenyum, kau anggukkan kepala. Kuraih dan kureguk isinya. Kuletakkan gelas di atas meja.

"Mas gak marah, kan?"

"Kenapa marah?"

"Nik, Belum..."

Kalimatmu terhenti. Berusaha menahan rasamu. Akupun mengerti, kau takkan selesaikan kalimatmu. Aku tersenyum gelengkan kepala.

"Nik yang buat perjanjian, kan? Kalau mau bersama..."

"Iya! Tapi..."

"Jangan paksa! Mas mengerti!"

"Kalau..."

"Gak usah bahas itu, mau?"

"Mas..."


Mataku lekat menatapmu. Tertegun, kau anggukkan kepala. Lagi, kuusap kepalamu. Kau berusaha tersenyum. Sepagi itu. Beranda terasa sesak. Padahal hanya berdua.

"Mas tidur dimana?"

"Kemaren. Di Anduring! Malam tadi, di Rental Maknen!"

"Kalau tahu. Nik..."

"Mas lupa bilang!"

"Padahal, Ayah dan Mamak pulang sore! Kan bisa..."

Kau sandarkan tubuhmu. Wajahmu merona. Aku menatapmu. Kau biarkan, mataku telusuri wajahmu. Tetiba jengahmu hadir. Telapak tanganmu. Tutupi wajahku. Aku tertawa.


"Sekarang, mau?"

"Hah?"

"Keluar?"

"Tapi..."

"Mau atau tidak?"

Tak perlu dua kali. Kau bangkit dari dudukmu. Bergegas ke dalam rumah. Kunikmati rokokku. Kureguk kopi hingga tandas. Agak lama, aku sendiri di beranda. Hingga kau hadir di hadapku. Sudah berganti baju. Aku tersenyum menatapmu. Kau tersipu.

"Kenapa?"

"Haha..."

"Gak suka? Nik tukar..."

"Jangan! Mas baru tahu..."

"Apa?"

"Kalau Nunik..."

"Apa?"

"Gak jadi! Lupa!"

"Iiih..."

zaldychan

get married | a man of the world | just for you | those three words | jus the way i am

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun