Bak air bah, ceritamu mengalir. Konflik dengan pembimbing dan bingung tabulasi data. Terburu selesaikan skripsi, juga keseharianmu tanpaku. Nyaris semua. Usai kau tulis di suratmu.
Kubiarkan. Tak kusela. Pun tak ingin kuhentikan, saat kau ajukan kisah. Aku diam, telusuri rautmu. Selalu berubah sesuai alur ceritamu. Dan terhenti, saat suara ibu kost. Terdengar dari arah jendela.
"Nik, ada telpon!"
Terkejut, kau menatapku. Kuanggukkan kepala. Kau segera berdiri. Bergegas memasuki rumah. Agak lama, kau temui aku. Ada senyum di wajahmu. Dan kembali duduk di sampingku.
"Tahu siapa yang nelpon?"
"Bukan Mas, kan?"
"Haha..."
"Tapi Mas tahu!"
"Hah! Siapa?"
"Sebentar!"
Kuselipkan rokok di mulut. Kuangkat kaki ke bangku, duduk bersila. Dua tangan kukatup ke depan dada. Pejamkan mata. Berlagak bak pertapa. Kau tertawa. Aku tidak. Beberapa saat. Beranda senyap.
Plak!
"Mas ngapain?"
"Kan, cari tahu?"
"Haha..."
"Gak kelihatan! Tertutup!"
"Kenapa?"
"Mas pejamkan mata!"
"Iyalah!"
"Biasanya bisa!"
"Alasan, kan?"
"Iya! Keluar, yuk?"
"Hah!"
"Cari sarapan! Nanti, Mas pasti tahu!"
Tawamu pecah. Aku juga. Kunikmati ceriamu pagi itu, pengganti tangismu. Aku tak bisa terjemahkan rasaku. Juga tak biasa, ujarkan lugas inginku. Tujuanku hanya satu. Kau tahu. Hadirku untukmu.
"Nik salin dulu!"
"Gak usah!"
"Mas..."
"Biar orang tahu!"
"Apa?"
"Kalau gak mandi!"
Kau tertawa. Kuhabiskan isi gelasku. Kau raih tasku, juga gelas kosong. Segera ke dalam rumah. Agak lama. Kau muncul dari balik pintu. Sudah rapi. Tak berganti baju. Tapi jilbabmu berubah warna. Kau tersenyum. Berdiri di samping bangkuku. Menunggu. Aku bangkit dari duduk.
"Curang!"
"Kan, gak salin? Cuma pake bedak!"
"Jilbab?""
"Tadi terlalu pendek! Nanti kelihatan rambut!"
"Oh..."
"Kemana, Mas?"
"Pamit dulu!"
"Udah!"
"Terserah Nunik!"
"Mas mau sarapan apa?"
Aku selalu lupa! Kalau urusan makan, tak usah bertanya. Sambil tertawa, kuacak kepalamu. Tak kau hindar. Aku berjalan mendahului. Kau ikuti dari belakang.
Keluar pintu pagar. Aku berbelok ke kiri. Kau jejeri langkahku. Tetiba kau raih lengan kiriku. Kau dekap erat. Kutolehkan pandang. Kau menunduk. Sembunyikan senyummu. Perlu kucari tahu. Perlakuanmu pagi itu.
"Karena pagi, ya?"
"Hah?"
"Biasanya gak mau!"
"Biar!"
"Kalau nanti dilihat..."
"Biar!"
"Atau..."
"Apa?"
"Nanti dianggap cucu memapah kakek!"
"Memang!"
"Eh?"
"Kan cucunya juga tua!"
"Sama-sama tua, ya?"
"Haha...."
"Malah ketawa! Atau tua sama-sama?"
"Iya!"
getmarried | amanoftheworld | justforyou | thosethreewords | justhewayiam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H