"Salam. Mas, maaf kirim surat lagi. Baru dapat kabar, Nik wisuda dua minggu lagi. Mas bisa datang? Kalau tidak. Tak apa. Jangan dipaksa. Nik mengerti. Salam. Nunikmu"
Sabtu siang. Suratmu hadir lagi. Kedua, dalam satu minggu. Hanya kalimat singkat. Usai di angka enam, bilangan bulan. Surat adalah solusi terbaik. Memperpendek jarak kau dan aku.
"Bang! Dua puisi lagi! Dibaca semua?"
"Satu aja!"
"Tapi..."
"Lima belas menit lagi. Closing, kan?"
Iir anggukkan kepala. Serahkan kertas atensi padaku. Pun sudah enam bulan. Sejak pulang ke Curup. Aku menjadi awak siar radio. Seperti biasa. Malam itu, sesi acara baca puisi kiriman pendengar.
Biasanya, diselingi lagu saat jeda. Pada slot acara malam minggu, sesi baca puisi, dimulai pukul sepuluh hingga dua belas malam.
Endi adik Iir. Rekan sejak awal aku siaran. Biasa memilah lagu dan layani telpon pendengar. Menatapku. Itu tatapan bermakna tanya. Aku tertawa.
"Kenapa?"
"Closingnya. Bunga terakhir, lagi?"