"Hah?"
"Dari masalah, bakal ketemu judul!"
Jama'ah warung kopi hening. Aku lupa situasi dan kondisi, jadi hanya garuk kepala. Tak lagi berminat menjelaskan. Tapi aku tak lupa. Bahwa ada kredo yang ditemukan dan berlaku sejak dari kecil, baik di rumah atau di sekolah. Ada pesan sakral yang tertanam indah "Jangan pernah cari masalah!"
Versiku, apapun jenis tulisan yang dibuat itu, berbingkai ilmiah atau tidak. Idealnya bepijak dari sebuah "fenomena". Apatah fenomena sosial atau apalah nama kerennya! Dan, fenomena itu "anggap" aja sebagai masalah. Kalau udah begitu, kukira bakal gampang menemukan judul.
Jadi, kenapa malah cari judul dulu? Apatah, gegara kredo yang berlaku sejak kecil harus menjauhi masalah. Jadi pada bingung pas diminta mencari masalah? Apakah sekarang, sesusah itu mencari masalah? Atau semua dianggap masalah? Haha...
Begini, Kejadian seperti pagi tadi, kuanggap adalah fenomena sekarang ini. Orang-orang lebih suka bertanya, tapi sedikit yang mau memberikan jawaban. Semua mau gampang dan serba instan. Pada gak mau menikmati proses yang seringkali dipahami pasti susah dan menjanjikan penderitaan.
Padahal banyak kisah heroik dan inspiratif yang tersebar di ranah literasi tentang figur atau sosok yang sukses di bidangnya. Semua nyaris menggunakan pakem yang sama. Melalui jalan hidup yang terjal, penuh liku, terpaksa mereguk pahit, getir terkadang tragis. Hiks...
Memimpin adalah menderita, itulah arti dari Leiden is Lijden. Pepatah kuno Belanda yang kukutip dari kompas.com. Tulisan Mohammad Roem yang dimuat di Prisma No 8, Agustus 1977. Dengan judul "Haji Agus Salim, Memimpin adalah Menderita."
Sebuah tulisan tentang keteladanan Agus Salim. Sebagai tokoh semasa Kemerdekaan, diplomat ulung yang disegani juga sederhana. Yang menganggap memimpin adalah amanah bukan hadiah. Memimpin adalah berkorban bukan menuntut.
Pepatah itu, dimaknai oleh Tan Malaka dengan kalimat "Barangsiapa menghendaki kemerdekaan buat Umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaannya sendiri." Halah, kenapa malah jadi kesini, ya?