Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Those Three Words" [13]

4 September 2019   08:15 Diperbarui: 4 September 2019   08:17 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Kureguk kopi. Kepulan asap rokokku, ramaikan beranda. Kau diam menunggu. Matamu jelajahi gerikku.

Aku tahu. Tanpa ikatan apapun, antara kau dan aku. Hadirmu di kampung bersama Amak. Jadi pertanyaan tanpa jawaban bagi orang-orang di kampung. Juga untukmu. Aku mengerti khawatirmu juga ketakutanmu.

"Nunik diajak, kan?"

"Iya!"

"Tahu kenapa?"

"Gak!"

"Mas juga!"

"Nik serius, Mas! Orang di kampung..."

"Seperti polisi? Banyak tanya, kan?"

"Nik merasa..."


Ucapanmu berhenti. Kau anggukkan kepala. Aku tersenyum. Kau tidak. Matamu lurus menatapku.

"Mas minta Nunik berfikir. Sebelum putuskan ikut, kan?"

"Iya..."

"Artinya, siap terima resiko!"

"Hah?"

"Bersedia jadi menantu!"


Plak!plak!plak!

Bertubi. Pukulanmu hadir di lenganku. Kau tertawa. Aku tidak. Segera kau hentikan tawamu. Ucapanku, bukan candaan.


"Itu bukan ajakan biasa! Tapi pengumuman..."


Kau menatapku. Berusaha mengerti. Sebagai gadis keturunan jawa, merantau ke ranah minang. Berkali, kau tanya dan nyatakan perbedaan tradisi. Hingga acapkali. Adaptasi dan kehati-hatian itu. Selamatkanmu.

Tetiba, wajahmu memerah. Kau tundukkan kepalamu. Kukira, kau sudah pahami ujaranku. Kali ini, aku yang tertawa. Perih terasa di lenganku. Cubitmu hadir. Pelan dan semakin kuat. Mewakili rasamu malam itu.

"Anggap aja, Amak pamer!"

"Nik gak berfikir sampai..."

"Haha..."

"Waktu bareng Mas! Tak ada yang..."

"Mas yang ditanya!"


Kau diam. Kembali kureguk kopi, kuserahkan gelas padamu. Kau reguk sedikit. Gelas bersisa kopi setengah, kau letakkan kembali di meja.


"Itu simbol! Jika lelaki Minang ajak perempuan ke kampung! Pernah Mas bilang, kan?"

"Iya!"

"Apalagi bersama Amak?"

"Tapi, kita belum..."

"Apa?"

Kulempar Tanya, sambil menatapmu. Tanyaku tak berjawab. Kau tersadar. Tanganmu bergerak ingin tutupi wajahmu. Tapi terlambat. Tanganku mencegah itu. Tak ada lagi yang bisa kau lakukan. Kecuali tundukkan kepala. Selamatkan jengahmu dari tatapanku.

Kulepas tanganmu. Pelan kuacak kepalamu. Tak kau elak. Aku tertawa. Kau masih tundukkan kepala. Beberapa saat, hening bersama sunyi di beranda.

"Nik nyesal?"

"Apa?"

"Ikut ke kampung?"

Tak ada jawabmu. Kau tersenyum. Gelengkan kepala. Tanganmu cengkram lenganku.

"Nik mau bilang..."

"Apa?"

"Nik..."

"Sayang?"

"Gak!"

"Bilang cinta?"

"Gaaak!"

"Atau rindu? Aneh! Kan Mas masih..."

"Iiih...."


Aku mengerti yang akan kau ucapkan. Kubiarkan tak terucap. Aku pun tahu rasamu malam itu. Biarlah cubitmu wakili asa. Cukuplah kau dan aku tahu. Rasa dan asa itu, harus bermuara.

zaldychan

getmarried | amanoftheworld | justforyou | thosethreewords

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun