Efeknya? Boomingnya sesaat! Ingat bagaimana beberapa grup musik, artis bahkan komika memparodikan atau malah mencampurkan berbagai lagu, kan? Pendengar menjadi mudah bosan dan akhirnya terlupakan.
Keempat, Kurangnya wadah untuk ekplorasi di media mainstream, kurangnya perlindungan hak cipta hingga terjadi kontroversi seperti lagu "Rasa Sayange" serta minimnya penghargaan terhadap musisi daerah.
Coba saja, semisal pemerintah pusat atau daerah membuat event penghargaan khusus dan rutin buat musisi daerah, atau semisal mengadakan acara Bintang Radio dan Televisi tahun 70-80an. Yang melahirkan Hetty Koes Endang, Eddie Silitonga, atau Bob Tutupoli dan lain-lain. Kukira eksistensi lagu daerah akan kembali hadir.
Jadi, begitulah. Budaya Bangsa adalah gambaran manusianya. Seperti kutipan dari Masanobu Fukuoka. Seorang filsuf Jepang tapi lebih suka disebut petani. Sepakat? Hayuk Salaman...
Curup, 30.08.2019
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]
Taman Baca:
https://id.wikipedia.org
http://eprints.uny.ac.id/17682/1/Berlian%20Juwanda%20Putra%2010208244063.pdf
https://nasional.tempo.co/read/111760/indonesia-dan-malaysia-mengkaji-rasa-sayange
https://indopos.co.id/read/2017/08/19/107481/lagu-kontroversial-rasa-sayange-berkumandang-di-bukit-jalil/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H