"Biar sorenya bisa balik lagi!"
"Tapi, kalau pagi. Nik..."
Aku tertawa. Kuacak kepalamu. Aku membaca gelagat panikmu. Situasi yang sama. Saat kuajak ke kampung Amak. Kau diam. Kukira naluri perempuanmu. Sudah pikirkan ini-itu.
"Kalau Nunik buat..."
"Gak usah!"
"Buatnya cuma sebentar!"
"Besok bawa jaket! Musim hujan!"
Kau sandarkan tubuhmu. Tak puas dengan ucapanku. Tapi kau sudah terbiasa. Itu tak sekedar kalimat. Tapi keputusan.
Kau lirik lagi jam di tanganmu. Segera berdiri, berjalan dan lenyap di balik pintu. Agak lama. Kau keluar dari pintu rumah. Tersenyum padaku. Kantong plastik hitam, kau letakkan di meja. Aku sudah tahu. Isinya, agar-agar buatanmu.
"Untuk Mas?"
"Kalau gak mau. Terserah Mas!"