selamat pagi, sepi!
belum kutemukan cara mengusikmu di patahan-patahan perjalanan hari. dan tak pantas kuputuskan mengusirmu, di setiap pecahan-pecahan liku hati. saat cermin diri terpapar retak-retak cahaya putih, kau di sisiku berselubung perca-perca aroma perih.
ketika garis hangat mentari menyapa ujung kaki, kau bertahan tak lari sembunyi. perlahan menggubah birama penantian, menjadi notasi irama kesunyian. menghanyutkan puing-puing kesedihan, sesaat bermuara di undakan kedamaian.
selamat pagi, sepi!
tak sempat kutitipkan kepada mimpi, agar secepatnya mengajakmu pergi. nyaris genap tigapuluh hari, ia tak hadir. hingga duapuluh sembilan lelap sisa malamku, untuk sekedar mampir.
ketika secangkir kopi tergeletak pasrah, menemani pagiku yang basah. kau sengaja mengisi ruang-ruang hampa suara, membujukku kembali menghirup udara luka. Â tak peduli sayat sembilu dulu, masih terpancang di kelopak waktu.
aku pun membencimu, pagi!
tanpa mimpi. karenamu, kurasakan sepi.
Curup, 15.06.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H