*
Rindu aku menanti untuk bertemu ramadan lagi.
Ingin aku berharap setiap hari ramadan lagi.
Bulan mulia. Penuh berkah rahmat ampunan. Ilahi
**
Alangkah sedih, bila t'lah ditinggal Ramadan. Ku takut tak berjumpa lagi di tahun depan.
Bulan penuh pahala yang dilipat gandakan.
Tak akan ku dapat di keseharian
Sengaja kutulis lirik satu lagu nasyid berjudul "Rindu Ramadan" dari grup Ar Royan (2005). Kukira Cukup mewakili rasa serta alasan untuk rindu menunggu serta istimewanya bulan ramadan.
Sesuai tema hari terakhir samberthr, apa semangat ramadan yang menjadi inspirasi? Khusus ramadan tahun ini, aktifitas dan rutinitasku berjalan secara bersamaan di alam dunia dan alam maya. Ahaaay...
Di alam dunia, berkaitan dengan realitas kehidupan sehari-hari. Di alam maya berhubungan dengan dunia menulis. Termasuk event samberthr Kompasiana. Tak mudah dan lumayan riweh. Menjalani dua dunia ini.
Kucoba tulis 4 hal yang menjadi semangat sekaligus inspirasi yang kurasakan. Semoga nantinya tetap bertahan, walau ramadan telah berlalu. Amiin..
Tanggal 6 Mei 2019, artikel pertama di event Kompasiana kutulis "Harapan Seorang Ayah". Adalah peletakan batu pertama membuat komitmen di hari pertama Ramadhan 1440 H.
Ada beberapa harapan! Diantaranya, menjaga puasa semua anak-anakku agar utuh sebulan penuh, ikut kegiatan "Ramadan Berbagi" bersama teman komunitas, menyelesaikan membaca novel "Orang Biasa" Andrea Hirata dan "The Innocent Man" Jhon Grisham. Serta menuntaskan tantangan ikut Even Samberthr di Kompasia.
Berkomitmen itu gampang! Namun konsisten dengan komitmen, itu sukar! Dan aku sepakat dengan idiom itu. Kurasakan  luar biasa tantangannya. Dan, dengan berbagai cara serta menaklukan diri sendiri. Dari semua harapan itu, Hutangku adalah membuat refleksiku dari membaca buku karya Andrea Hirata dan di posting di Kompasiana.
Selain itu, termasuk dengan dipostingnya artikel ini. Secara pribadi, Kuanggap sukses menjaga komitmen dan konsistensi diri. Terhadap harapan yang kutulis di awal ramadan. Sing penting aku menikmati prosesnya.
Momen ramadan ini, lumayan "panas", kan? Benar itu di ranah politik, tetapi karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Banyak terjadi "sumbatan" yang bisa memicu konflik. Apatah lagi di Media Massa dan Media Sosial.
Secara luarbiasa dan ajaib, selama ramadan ini panasnya suhu politik dan saling hujat itu, di "akar rumput" perlahan lenyap dan senyap. Ini keren, kan? Seakan-akan, alam bawah sadar kita semua "digerakkan" untuk menjaga toleransi dan saling menghargai setiap perbedaan.