Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kaca Spion dan Kisah Tragis Narcissus

16 April 2019   12:46 Diperbarui: 16 April 2019   14:29 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by. pixabay.com

"Kenapa motor yang digunakan pembalap tak ada kaca spionnya? Biar pembalap bisa konsentrasi melupakan mantan, kan? Ahaay..."

Bisa jadi, ini pertanyaan ngasal, juga jawaban ngeyel, ya? Faktanya, dalam berkendaraan. Kaca spion dan Konsentrasi tidak boleh dianggap ngasal dan ngeyel, kan? Acapkali kedua hal itu, menjadi syarat mutlak saat berkendaraan agar selamat, tah?

Mumpung masuki hari tenang bagi tim kampanye. Dan yang bukan anggota tim, semakin tak tenang. Mari menenangkan diri dengan membahas kaca spion aja. Anggaplah kaca spion kehidupan. Jika nanti dikaitkan dengan arena balap Pilpres, silahkeun...

Illustrated by. pixabay.com
Illustrated by. pixabay.com

Menelisik Makna Filosofis Kaca Spion

Secara wujud kebendaan, kaca spion termasuk asesoris tambahan. Tak ubahnya seperti Klakson, berbagai macam lampu, speedometer atau knalpot. Idealnya tambahan, tanpa spion pun kendaraan bisa dioperasionalkan, tah?

Tapi musti hati-hati. Secara keberadaan, Kaca spion malah mengikat dan memaksa. Jika menyigi UU Lalulintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009. Pada pasal 285. Jika tak ada Kaca spion dan asesoris tambahan yang disebut tadi. Siap-siap saja untuk ditilang. Dengan Ancaman, Paling lama 1 (satu) bulan kurungan, atau denda paling banyak Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Nah? Maksa, kan?

Kenapa memaksa? Ternyata bukan! Tapi gegara secara fungsional, Kaca spion itu menutupi keterbatasan jarak pandang manusia. Keterbatasan itu, biasa disebut titiik buta (blindspot). Ragawi manusia tidak dikaruniai leher burung hantu yang bisa memutar 360 derajat, atau seperti ikan, dengan bola mata di sisi kiri dan kanan, kan? maka, tiga titik buta itu, yang diperankan oleh kaca spion. Penting, kan? haha

Kok malah jadi penting? Bisa dibayangkan, jika sedang berkendaran, kemudian ingin mengubah arah laju kendaraan. Tanpa melirik kiri, kanan atau belakang. Apa yang terjadi? sepakat, jika besar peluang terjadi kecelakaan? Kukira itu, secara manfaat dari adanya kaca spion. Ikut andil dalam keselamatan berlalu lintas.

Dalam kiramologiku, ada empat poin itu, untuk meyakinkan kebutuhan akan adanya kaca spion dalam berkendaraan.

Illustrated by. pixabay.com
Illustrated by. pixabay.com

Walaupun Virtual, Manusia Idealnya juga Memiliki Kaca Spion 

Tak hanya dalam berkendaraan. Dan, dalam kelirumologiku, Manusia idealnya juga musti menyediakan kaca spion dalam menjalankan kehidupan. Walaupun secara virtual. Agar dalam berinteraksi serta saat berbeda arah, tak menimbulkan huru-hara. Ahaaaay..

Sebagai makhluk, pasti ada alasan mengapa Tuhan menciptakan keterbatasan pandangan mata. Tidak diakumulasikan fungsinya dengan mata milik burung hantu atau ikan, tah? Tak juga ada gunanya mempertanyakan itu. Kecuali mengambil hikmah, kenapa begitu, kan?

Coba kaitkan empat makna filosofis kaca spion diatas, jika dipraktekkan dalam hubungan interaksi antar sesama. Maka akan ada wujud kehati-hatian dalam bersikap, berprilaku, berbicara. Juga menjunjung tinggi toleransi, kan? Selain menjalankan norma agama, norma hukum, norma susila dan norma adat. Pasti bakal asyik dalam bershilaturahmi, kan?

Di musim pemilu ini, aku terlanjur menganggap jadi arena balap, Kontestannya tak hanya Capres atau Caleg atau tim kampanyenya. Malah pendukung juga ikut balapan. Dan, namanya pembalap pasti menafikan kaca spion. Wong balapan, jalurnya satu arah, kaca spion tak berfungsi juga mengganggu aerodinamis!

Tapi, sigi-sigi kehidupan tak berhenti. Sesaat sesudah pemilu, tah? Akan banyak kisah bentrokan, tak saling sapa, keretakan rumah tangga, permusuhaan antar keluarga. Aih! Bakal banyak jika di inventarisir, kan? Kukira, jika dari awal, menggunakan kaca spion, bisa meredam ini, ya?

Illustrated by. pixabay.com
Illustrated by. pixabay.com

Belajar dari Kisah Tragis Narcissus

Narcissus di Mitologi Yunani adalah putra dari Dewa Sungai Cephissus dan Peri Liriope. Sejak kecil, Narcissus dikenal dengan keelokan parasnya. Berdasarkan buku karya penyair bernama Publius Ovidius Naso berjudul Metamorphoses, pada suatu hari Liriope bertemu dengan peramal buta bernama Tiresias. Peramal tersebut mengatakan Narcissus akan panjang umur selama dia tidak mengenal dirinya sendiri.

Singkat cerita, Narcissus dicintai oleh peri bernama Echo. Namun saat bertemu Echo, Narcissus menolak mentah-mentah cinta peri tersebut. Sang peri sedih tak berkesudahan hingga akhirnya mati. Suatu hari Narcissus merasa haus, ia memutuskan untuk minum di sebuah sungai. Namun, niat Narcissus untuk minum batal seketika saat Narcissus melihat bayangan dirinya dari air.

Narcissus jatuh cinta dengan paras wajahnya sendiri. Beberapa kali Narcissus mencoba mencium bayangannya di air, namun refleksi wajahnya menghilang. Dia akhirnya hanya berdiam diri melihat bayangan wajahnya di air. Narcissus sampai tak bergerak sama sekali karena takut bayangan itu hilang. Narcissus akhirnya tewas di pinggir danau karena terlalu haus.

Namanya juga mitos, bisa berbagai versi, ya? Walaupun, dibumbui ramalan Tiresias dalam kisah itu. Balik ke tema tulisan ini. Coba semisal, saat itu sudah ada cermin. Bisa jadi tak akan kagum dengan diri sendiri, kan? Kagum dan membanggakan diri sendiri yang berakhir dengan kematian. Jika saja, saat itu ada kaca spion. Narcissus bisa melakukan perbandingan, tak ada ketakutan akan kehilangan bayangan. Dan tahu itu adalah miliknya. Bisa jadi, kitapun bisa menikmati wajah Narcissus! Ahaaay lagi...

Terus? Yah begitu. Jika menyakini kaca spion untuk menutupi titik buta (Blind Spot) dari keterbatasan eksistensi manusia. Kenapa tidak kita lakukan atau fungsikan itu? Sehingga tak terjadi silang sengketa yang berujung pecah belah. Atau se-tragis kisah Narcissus?

Namun, tentu tak ada kesempurnaan di dunia ini. Rembulan purnama itu, bulat sempurna jika kita lihat dari bumi, kan? jika dari dekat, bakal bopeng-bopeng juga! Haha... Jadi, jika pun melirik hanya ke kaca spion terus, juga bakal berbahaya. Bahkan bisa parah juga. Yang terlihat hanya wajah kita sendiri. Orang lain, lewat!

"No body is perfect, and no system is perfect"

Nah, berpijak ke jargon itu aja, ya? Setuju? Hayuk salaman...

Curup, 16.04.2019

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Taman Baca

https://id.wikipedia.org

https://news.solopos.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun