"Lagi mandi! Kalau capek, tak usah ikut. Istirahat dulu! Curup, kan jauh!"
"Iya."
Bagiku, Amai adalah pengganti nenekku. Bagi Amai, aku salah satu dari banyak cucu beliau. Sosok yang lembut, perhatian, juga kocak dan akrab. Pekerja di Santokola sering bergurau pada Amai. Menganggapku, sebagai cucu kesayangan Amai. Karena cara Amai padaku. Jika Amai, membuatkan minum. Menyisihkan sambal, jika aku belum makan. Atau sekedar mengingatkan untuk segera makan. Kebiasaan yang acap kali aku terlupa. Para pekerja santokola, akan menggoda Amai. Dan berakhir dengan tertawa. Jika Amai memulai omelan sambil tersenyum.
"Mpuank....!"
Pipinx memanggilku. Masih menggunakan handuk, anggukkan kepala. Langsung ke kamar. Itu isyarat agar aku menyusul. Kuraih gelas berisi teh, kuhirup sedikit. Masih terlalu panas. Kulempar pandang. Pada Amai, juga Ayah dan Ibu. Aku tersenyum mengangguk. Segera ke kamar Pipinx.
"Ikut ke Padang?"
"Hah?"
"Lihat syarat daftar ulang Unand. Di koran tak ada! Yang IAIN sudah kucatat!"
"Kita kuliah dimana?"
"Menurut Mpuank?"
"Daftar ulang, mahal?"