Pesan ringkas. Secara moral, Tomi merasa bertanggungjawab. Karena mengenalkan Ardi padaku. Dan Tomi tahu tentang Ardi. Aku tak suka ingkar janji dan bertele-tele. Kubalas singkat.
"Macet! Sembilan postingan!"
"Ini, ada yang baru. Di angka limabelas! Minat?
"Tadi Ardi..."
"Tinggalkan Ardi! Nanti aku yang urus!"
"Ini dari siapa lagi?"
"Lawannya Ardi!"
Aku tersenyum. Bisnis senyap di ruang pengap yang tak terpikirkan dari dulu. Ternyata luarbiasa. Tak sempat kuletakkan HP, Ardi kembali menelpon.
"Kenapa belum diposting?"
"Cari saja yang lain!"
"Hei! Kau lupa, kalau...
"Kau juga lupa. Aku tak suka di perintah, kan?"
Kumatikan sambungan telpon. Layar HP kembali berkedip. Satu potongan berita beserta foto dikirim Tomi. Segera kupindahkan ke komputer, agar lebih jelas. Dua barisan sedang melakukan sholat. Dipimpin seorang Imam. Di keterangan foto tertulis, "Di tengah kesibukan. Masih Menyediakan Waktu untuk Sholat Tahajjud".
Wajah-wajah terkenal. Yang sibuk di masa kampanye dan hilir mudik di semua media massa. Baik cetak maupun elektronik. Seraut wajah yang kukenal ikut dalam barisan pertama. Tersudut, Persis di bawah jam dinding. Ada Ardi! Mengenakan pakaian yang sama. Saat datang menemuiku tadi.
"Barusan kukirim lagi, Dua puluh! Itu, fotonya sebagai bahan. Buat sekarang!"
Tiga pesan Ardi berturut. Perintah, bukti transfer dan sebuah foto yang persis sama dikirim Tomi. Tak sampai lima menit, berbekal foto, kuluncurkan postingan terbaru.
"Kampanye Hingga Dini Hari, Sholat Tahajjud Diganti Pagi!"
Aku tersenyum melihat mesin bergerak lincah. Dan semakin sumringah, angka limabelas juta, tertera dilayar HP dari Tomi. Disaat bersamaan, kuabaikan panggilan telpon Ardi. Aku percaya, dunia diatur sebaris judul berita. Haha...
Padang, 04.03.2019
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H