Jam diangka dua. Saat aku tiba di robex. Hari itu ujian lisan pelajaran fiqh. Lelah pasti. Tapi perut pun harus diisi. Aku memasak nasi. Doyex tak langsung pulang. Membeli sambal. Ketika teriakan Pipinx terdengar.
"Mpuuuanxs!"
"Wa 'alaikum salaaam!"
"Haha! Assalamu'alaikum!
"Tadi. Sudah dijawab!"
"Hehe! Ada surat Nunik!"
"Hah?"
Pipinx tertawa. Menatapku. Sepucuk surat. Ditangan kanannya. Bersampul biru. Pipinx masih berseragam sekolah. Kukira surat itu. Baru sampai. Dan pipinx segera menemuiku. Surat sudah berpindah tangan. Aku tak tahu wajahku. Sepertinya tersenyum. Pengganti terimakasih. Kubaca alamat pengirim. Dan kuletakkan di atas tempat tidur.
Terdengar salam dari doyex. Kuambil bungkusan sambal. Segera ke dapur. Menyalin ke piring. Mengecek nasi. Sebentar lagi masak. Dan bergabung lagi. Menikmati riuh suara Pipinx dan Doyex. Membahas surat itu. Ucapan pipinx mengejutkanku.
"Kenapa belum dibaca?"
"Eh? Makan dulu!"
"Hah?"
"Biar khusyu'!"
"Haha! Aku pulang dulu!"
"Jangan pulang!"
"Hah?"
"Makan disini! Nasi sebentar lagi masak!"
Aku, Pipinx dan Doyex. Makan bertiga. Sesekali, keduanya bertukar pandang. Dan tersenyum melihatku. Tak lama. Acara makan usai. Giliran Doyex yang beres-beres. Sekaligus masak air. Minum kopi. Sesudah makan siang. Adalah tradisi.
Aku keluar Robex. Duduk dibangku kayu. Surat bersampul biru. Sudah ditanganku. Pipinx mengikuti. Gitar ditangannya. Tak duduk disampingku. Tapi dipintu. Kubuka perlahan. Sampul biru itu. Isinya berwarna senada. Dua lembar kertas. Kubaca tulisanmu. Nyaris empat tahun. Ini kali kedua.Â
Kubaca tulisan tanganmu. Setelah kertas kecil berisi alamatmu. Ternyata. Butuh satu minggu. Dengan perangko biasa. Jika berkirim surat dari Padang Panjang ke Padang. Kulipat kembali suratmu. Pipinx mengawasiku. Aku tersenyum.
"Mau baca?"
"Gaaak!"
"Hehe! Makasih sudah antarkan!"
"Telaaat! Kok bisa surat itu ke rumah?"
"Kalo alamat sekolah. Aku bisa mampus!"
"Haha..."
"Biar pak pos cepat tahu!"
"Iyalah! Tak tahu SANTOKOLA? kita bakar Kantor Pos!"
"Jangan! Aku gak bisa balas surat Nunik!"
"Haha..."
Doyex bergabung. Duduk disebelahku. Tangannya memegang gitar. Matanya melirik surat ditanganku. Kuajukan padanya. Doyex gelengkan kepala.
"Sudah dibaca?"
"Yup!"
"Aman, kan?'
"Hehe..."
Begitulah anggota "The Ganks". Mengerti alur dan patut. Tiga gelas berkopi. Sudah tersedia. Masih terlalu panas. Seperti udara Padang Panjang. Siang itu. Tapi tidak suasana hatiku. Kau balas suratku. Ternyata kau baru selesai midsemester. Hari itu. 29 maret 1995.
#Nik
#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H