Aku pergi. Biar mengusir lelahmu. Tapi mengusik jengahmu. Aku tahu. Kau tak tidur. Bukan tak mau. Namun kau biarkan benakmu berkecamuk amuk. Merenungi dan merenangi. Tentang segala tentang. Merenungi dirimu. Merenangi diriku. Tentang kita.
Bus itu, sejak senja melaju. Membawa aku juga kamu. Menyusuri daur waktu. Menyisip sendu. Kukira, kau begitu. Seperti aku. Rindu.
Limabelas jam. Takkan ada jawaban. Tentang waktu. Yang terhenti lalu. Akh...! Akhirnya. Usai pada empat warsa. Kutemukan dirimu. Kau sadari itu. Aku tahu.
Kukira setengah enam pagi. Bus berhenti di rumah makan angin berhembus. Di tepi Danau Singkarak. Semua penumpang turun. Dan sibuk, penuhi kebutuhan masing-masing. Termasuk kau dan Abangmu. Aku duduk di pinggiran danau seperti penumpang yang lain.Â
Saat kau mendekatiku. Tak kulhat Abangmu. Kau dan aku duduk berdua. Tapi bersama. Aku menatapmu. Kau menatap teh hangat milikmu. Tersisa sedikit, mendekam diam dalam bungkusan plastik.
"Abangmu?"
"Lagi makan..."
"Nik tak makan?"
"Belum selera...!
"Ooh! Masih ingat ucapanku malam tadi?"
"Iya!'