Tanpa suara, Putri menyerahkan baju panjang berwarna biru. Acil langsung memakai baju itu. Putri melirik jam di dinding. Sudah jam lima sore. Sebentar lagi Sri, gadisnya. Pulang dari mengaji. Acil pun, mengikuti mata istrinya.
"Sebentar lagi, Sri pulang, kan?"
"Iya, Bang!"
"Aku tunggu di pinggir kolam! Suruh Sri menyusul!"
Tak terkendali. Putri mencengkram erat lengan Acil. Bersujud di kaki suaminya. Ingatan Putri kembali Bayangan mendiang Narto. Putri tak ingin...
"Abang mau..."
"Hei! Kenapa menangis?"
"Bunuh saja aku, Bang! Jangan Sri! Anak kita masih..."
"Siapa yang mau membunuh Sri?"
Sesaat Acil terkejut. Namun segera menyadari yang dipikirkan istrinya. Acil tersenyum mengusap kepala putri.
"Kau tahu, kan? Sri bukan Narto!"
"Parang itu..."
"Mau nebang bambu. Biar uang sekolah Sri lunas!"
Acil tertawa. Segera menuju pintu keluar. Sesaat menatap Putri. Sambil kedipkan mata.
"Jangan lupa! Suruh Sri bawa air minum!"
"Eh! iya, Bang!"
"Ingat! Gadismu itu, bukan Narto!"
"Iya, Bang. Maaf!"
"Hapus air matamu!"
Curup, 11. 02. Â 2019
zaldychan