Mohon tunggu...
Zaldy Zaldy
Zaldy Zaldy Mohon Tunggu... -

Rakyat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Tokoh Lintas Agama Itu Resah?

25 Oktober 2011   02:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:32 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tokoh lintas agama resah melihat kondisi Indonesia saat ini. Keresahan itu mereka ungkapkan  dalam pernyataan sikap di Tugu Proklamasi, beberapa waktu lalu. Namun sayang, pernyataan sikap yang sangat esensial itu, tidak bergema sama sekali. Masyarakat dan media pada saat yang bersamaan sedang mabuk,dengan drama perombakan kabinet yang dilakukan presiden SBY. Drama perombkana kabinet itu, seolah-olah segala-galanya bagi Indonesia yang harus dicermati detik demi detik, menit ke menit.

Kalau tokoh lintas agama itu resah, pasti ada hal yang melatar belakangi. Sangat kecil jika sikap mereka dilandasi semata-mata ketidaksukaan terhadap pribadi presiden atau kepentingan praktis. Mereka bergerak karena hati nurani merekalah yang menuntunya.

Mereka itu, seperti Syafii Maarif, Monsignor Martinus Situmorang, Solahudin Wahid, Frans Magnis Suseno, Ida Pedande Sebali, Pendeta Andreas Yewangor, Romo Beny Susatyo dan Biksu Pannyavaro. Mereka rata-rata adalah tokoh sepuh, berusia senja yang pasti mampu memeisahkan energi mereka murni untuk kepentingan masyarakat bukan untuk sekedar mencari popularitas.

Tokoh-tokoh agama itu menyampaikan keprihatinan secara terbuka kepada rakyatnya mengenai situasi berbangsa dan bernegara di Tugu proklamasi.Mereka dengan bahasa yang halus menyatakan miris, resah dengan kemiskinan yang mencekik rakyat hingga perilaku korup yang semakin merajalela.

Kegelisahan tokoh lintas agama itu, patut untuk direspon oleh kita dan tentunya pemerintah. Praktek-praktek korupsi telah menjerumuskan bangsa ini untuk tetap memelihra kemiskinan.Dan kemiskinan beranak-pinak menjadi perilaku-perilaku menyimpang yang merugikan orang lain.

Perilaku curang terjadi disemua lini masyarakat, tidak hanya dikalangan elit pemerintahan. Tapi kalau kalangan elit itu sebagai penyebabnya, pencontohnya harus kita katakan YA. Merekalah, dalam hal ini para penguasa dan pimpinan para penguasa itu adalah presiden yang gagal membangun nilai, menegakan nilai yang seharusnya ada didalam masyarakat.

Bangsa ini tumbuh, tetapi tumbuh bagai ilalang liar yang tidak teratur, tidak tertata, saling memakan, mengotori satu sama lainya yang seolah tanpa penjaga. Bukan tumbuh seperti bunga di taman . Ilalang tumbuh, ibarat tanpa nilai, sedangkan taman dibentuk oleh keindahan, keserasian dan  kesesuaian yang ingin diciptakan oleh penjaganya.

Di Tran TV setiap akhir pekan, dapat kita lihat acara investigasi. Acara in sangat menarik, karena menyajikan cerita tentang perilaku curang para pedagang kecil kaki lima yang mengedarkan makanannya disekolah-sekolah, jalanan dan perumahan penduduk. Mengikuti acara ini dari minggu ke minggu, membuat kita terbelalak, karena sepertinya hampir tidak ada makanan yang tidak mereka curangi. Semua makanan itu, baik gorengan, bakso, manisan, es krim, cendol, susu murni, telur asin dll, memakai bahan-bahan yang menurut para ahli berbahaya  bagi tubuh seperti Borak, natrium Benzoat, tawas dan pewarna pakaian agar makanan mereka tahan lama dan terlihat menarik. Masalahnya bahan-bahan tersebut dapat menyebabkab berbagai penyakit, salah satunya yang berbahaya adalah Kanker. Kita tentu memahami kesulitan para pedagang kecil itu untuk mempertahankan hidup mereka. Namun mencari keuntungan dengan cara curang dan merugikan orang lain tentu tidak dibenarkan. Korban meraka kebanyakan anak-naka kecil. Walaupun masalah kesehatan itu tidak datang seketika, namun sangat berbahaya bagi perkembangan anak-anak tersebut kedepannya, apabila bahan-bahan berbahaya tersebut mengendap dan menjadi penyebab penyakit kanker dikemudian hari. Dimana peran pemerintah untuk hal ini?.

Dilapisan menengah perilaku curang pun merebak. saat ini kita dihebohkan oleh kecurangan para pengusaha di bidang telekomunikasi yang dengan seenaknya demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, mencuri pulsa para pemegang handphone di Indonesia. Para pengusaha itu dengan berbagai cara dan taktik, secara sengaja membohongi pemakai hp yang sebagian besar korbannya adalah orang-orang kecil yang mengisi pulsa 5 ribu, 10 ribu maupun 20 ribu sekedar hanya untuk menjaga silaturahmi. Pulsa kita pelan-pelan disedot oleh pengusaha tidak bertanggung jawab itu. Untungnya ada masyarakat yang menyadari. dan melakukan perlawanan terhadap perilaku curang ini. Sekali lagi kita bertanya di mana peran pemerintah?

ternyata pemerintah lupa dengan perannya untuk melindungi rakyatnya. Karena pemerintah sibuk dengan urusan kekuasaan. Di negeri ini merebut dan mempertahankan kekuasaan membutuhkan uang, maka para penguasa baik yang ada dieksekuitif maupun legislatif sibuk mencari uang sebanyak-banyaknya demi kekuasaan mereka.

Dimana presiden kita, CEO negeri ini, yang selalu berkata berada digaris terdepan dalam memberantas kecurangan itu? Presiden tidak boleh hanya bangga dengan indikator-indikator makro  ekonomi di Indonesia yang katanya lebih baik dibanding beberapa negara lainnya. Tugas utama presiden dinegeri korup seperti Indonesia ini bukan sekedar merangsang pertumbuhan ekonomi, yang itupun dikatakan banyak orang terjadi karena kreatifitas rakyat Indonesia sendiri untuk mempertahankan diri dan usaha mereka. Tugas utama presiden adalah menuntun,menginspirasi, memotivasi, membangun dan menegakan nilai dalam masyarakatnya. Tanpa kesadaran tentang nilai kejujuran, kita sepertinya secara sadar maupun tidak sedang memperosokan negeri ini kedalam sebuah  jurang secara bersama-sama. Awalnya para penguasa itu dan tanpa sadar kita pun ikut-ikutan dibelakangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun